Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar menilai PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) belum mampu merealisasikan rencana peningkatan kapasitas terpasang sendiri sebesar 600 Megawatt dalam waktu lima tahun.
Ia menyebut, PGEO terlalu optimistis bahkan sesumbar dengan rencananya itu. Apalagi masih ada beberapa kebijakan pengusahaan panas bumi yang masih belum mendukung.
“Sangat sulit merealisasikan pengembangan 600 MW dalam waktu singkat karena kita tahu masih ada persoalan kebijakan soal harga jual, perizinan, masalah oversupply listrik dan hal-hal dukungan lainnya,” kata Bisman dalam keterangannya yang diterima pada Jumat (14/4).
Baca juga: RI Usung Isu Energi Hijau di Hannover Messe 2023
Jika diperhatikan, kata dia, saat ini PGEO memiliki kapasitas sendiri sebesar 672 MW yang telah dikembangkan selama 40 tahun. Ini mengacu pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Unit-1 sebagai wilayah kerja pertama milik perseroan yang dibangun pada tahun 1983.
“Faktanya bisnis geothermal tidak menjanjikan dalam jangka waktu pendek,” tambah Bisman.
Melalui prospektusnya, PGEO secara terang-terangan menjelaskan pihaknya harus menanggung risiko tinggi dari proses eksplorasi. Hal ini menjadikan proses pemanfaatan serta pengembangan panas bumi akan berjalan lama, namun tetap diiringi risiko kegagalan yang juga tidak sedikit.
Bisman mencontohkan, PGEO telah mengebor sejumlah sumur di Wilayah Kerja Penambangan (WKP) Ulubelu yang ditargetkan dapat memasok uap ke unit pembangkit tambahan. Namun hasil dari sumur tersebut tidak memenuhi harapan. Akibatnya, perseroan mengebor sumur tambahan, termasuk make-up well, untuk memastikan adanya pasokan uap yang cukup untuk menggerakkan pembangkit listrik.
Baca juga: Pemerintah Bayarkan Ganti Rugi Pengadaan Lahan Infrastruktur IKN Rp17,3 Miliar
Selanjutnya, di WKP Hululais, perseroan telah mengebor 10 sumur tambahan untuk memastikan pasokan uap yang cukup untuk menggerakkan pembangkit listrik. Adapun, tiga dari sumur tersebut mengalami permasalahan well integrity dan tidak layak dioperasikan secara komersial.
“Akibatnya, perseroan perlu mengamankan dan memperbaiki sumur tersebut, yang mengharuskan perseroan untuk mengeluarkan biaya tak terduga dan tidak terdapat jaminan bahwa perseroan tidak akan harus menangguhkan sumur-sumur lebih lanjut di masa depan,” tulis manajemen melalui prospektusnya.