Jakarta, Gatra.com – Drama panjang pandemi Covid-19 tampaknya belum betul-betul surut. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada hari ini, Kamis, (13/4/2023), mengumumkan terdapat dua kasus subvarion Omicron XBB.1.16 atau Arcturus berdasar pada hasil penelusuran genome sequencing pada akhir Maret lalu.
“Sampai saat ini sudah dua kasus [Arcturus] yang ditemukan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, di Jakarta hari ini, seperti dilansir Antara.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, mengungkapkan bahwa temuan Kemenkes RI hari ini senada dengan temuan data GISAID yang juga mengatakan bahwa memang terdapat kasus Arcturus di Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa kasus ini juga terjadi di negara-negara lain.
“WHO bahkan mengatakan bahwa varian ini memang perlu diwaspadai,” ujar Tjandra dalam keterangan resminya pada Kamis, (13/4/2023).
Dalam tiga hari terakhir, kataTjandra, jumlah kasus Arcturus di Indonesia sudah menyentuh angka 1.000 orang dan angka kematian juga sudah mencapai angka dua digit. Ia mengatakan bahwa kemungkinan besar varian Arcturus ini menjadi penyebab naiknya kasus tersebut walau hingga saat ini belum ada detil lebih lanjut mengenai apakah Arcturus memang lebih mendominasi dibanding varian lain di Tanah Air.
Tjandra mengungkapkan bahwa mutasi Covid-19 sejatinya memiliki tiga skenario. Pertama, yakni base scenario, yang menurutnya sudah terjadi dan berwujud varian-varian yang ada saat ini. Kedua, best scenario atau hadirnya varian yang lebih lemah. Ketiga, worst scenario di mana varian lebih ganas hadir lagi.
“Mudah-mudahan tidak terjadi [worst scenario]. Arcturus masuk dalam kategori pertama base scenario,” ujar Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.
Tjandra mengatakan bahwa varian Arcturus lebih menular dibanding varian lain sehingga jumlah kasus meningkat. Namun, ia mengingatkan bahwa sebagian kasusnya bergejala ringan. “Jadi, kalau toh kasus bertambah maka tidak akan separah dulu, tentu kalau tidak ada perubahan genomik di masa datang,” katanya.
Tjandra menambahkan bahwa Arcturus tak memiliki gejala khas yang membedakannya dengan varian lain. Untuk memastikannya, kata dia, pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan dengan melakukan whole genome sequencing (WGS). Ia pun menambahkan bahwa cara penularannya sama seperti Covid-19 varian lain.
Untuk itu, Tjandra mendorong sejumlah kebijakan bagi pemerintah Indonesia. Pertama, ia mendorong agar pemerintah menambah jumlah WGS sehingga bisa mengetahui pola penyebaran yang terjadi. “Termasuk ada tidaknya, dan kalau ada, maka dominan tidaknya Arcturus,” katanya.
Kedua, Tjandra mendorong agar pemerintah melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) mendalam pada kasus-kasus yang yang sudah muncul, yang dalam tiga hari terakhir sudah menyentuh angka 1.000 kasus.
Ketiga, Tjandra juga menyarankan agar pemerintah tetap menjalankan program vaksinasinya. “Menggalakkan kembali vaksinasi booster kedua, yang sekarang sudah tidak banyak dibicarakan lagi,” ungkapnya.