Jakarta, Gatra.com - Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kesehatan) menerima bantuan hibah obat Covid-19 Ritonavir/Nirmatrelvir (Paxlovid) dari Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Pemerintah Australia. Adapun jumlah Paxlovid yang diterima tersebut sebanyak 24.096 tablet.
Direktur Jenderal Keafirmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes, Rizka Andalucia mengatakan Paxlovid sudah mendapat izin edar Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Ia menuturkan obat tersebut terbukti efektif untuk mengatasi gejala Covid-19 ringan pada orang-orang yang memiliki faktor penyakit risiko tinggi. Namun, Rizka mengatakan Paxlovid tidak bisa digunakan untuk anak-anak.
"Ini merupakan obat terakhir kita temukan, ya setelah Molnupiravir, Favipiravir, sekarang Paxlovid," kata Rizka saat ditemui di Kementerian Kesehatan, Kamis (13/4).
Baca juga: Disejajarkan Dengan Narkoba di RUU Kesehatan, Awal Matinya Industri Tembakau?
Rizka menjelaskan, nantinya Paxlovid bakal didistribusikan ke pusat farmasi di rumah sakit. Khususnya di rumah sakit dan dinas kesehatan yang membutuhkan.
"Kita di awal tidak akan mendistribusikan ke 34 provinsi, tapi kita akan ambil dari daerah-daerah yang membutuhkan dan RS lainnya," jelas Rizka.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, berkat bantuan obat buatan Pfizer dari dua negara maju itu, nantinya membuat masyarakat Indonesia semakin mudah mengakses obat-obatan untuk menangani Covid-19. Paxlovid, kata Budi dalam waktu dekat bakal tersedia di apotek-apotek terdekat dari masyarakat di seluruh Indonesia.
"Jadi ketika seseorang sakit, mereka tidak akan panik. Mereka bisa pergi ke apotek terdekat untuk mengakses obat ini (Paxlovid)," ujar Budi Gunadi dalam kesempatan yang sama.
Ia menyebut, ketersediaan obat-obatan untuk Covid-19 menjadi salah satu langkah pemerintah Indonesia untuk mentransisikan Covid-19 dari status pandemi menjadi endemi. Nantinya, saat transisi terjadi, masyarakat diharap dapat menangani penyakit Covid-19 seperti halnya mengatasi penyakit biasa pada umumnya.
"Jadi terima kasih kepada Pfizer, AS dan Australia, sekarang obat ini tersedia di negara kami," kata Budi.
Baca juga: Pakar Sebut BPOM Harus Lakukan Kebijakan Inovasi
Diketahui sebelumnya, pada pertengahan tahun lalu obat antivirus Paxlovid ini menjadi salah satu pengobatan yang digunakan Presiden AS, Joe Biden saat terinfeksi Covid-19. Biden menilai Paxlovid telah menyelamatkan dirinya dari risiko rawat inap berkepanjangan dan kematian akibat Covid-19.
Sebelumnya, Kepala BPOM, Penny Lukito mengatakan Paxlovid yang disetujui berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, yang terdiri dari Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg dengan indikasi untuk mengobati COVID-19 pada orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan dan yang berisiko tinggi terjadi progresivitas menuju Covid-19 berat.
"Adapun dosis yang dianjurkan adalah 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dengan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) yang diminum bersama-sama dua kali sehari selama lima hari," kata Lukito dikutip dari keterangan resmi pada 17 Juli 2022 lalu.
Adapun BPOM mencatat efek samping tingkat ringan hingga sedang yang paling sering dilaporkan pada kelompok yang menerima obat Paxlovid adalah dysgeusia (gangguan indera perasa) (5,6%), diare (3,1%), sakit kepala (1,4%), dan muntah (1,1%) dengan angka kejadian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang menerima plasebo (berurutan 0,3%; 1,6%; 1,3%; dan 0,8%).