Purworejo, Gatra.com – Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener melakukan proses inventaris dan identifikasi (inven iden) tanah terdampak quarry di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Meskipun ditentang oleh beberapa warga yang masih menolak, pengukuran tetap berjalan untuk warga yang telah setuju tanahnya untuk diukur.
Menurut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah Bendungan Bener Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Herry Prasetyo, saat dihubungi, penlok akan berakhir pada tanggal 6 Juni 2023 mendatang. Semula inven iden direncanakan tanggal 5 April 2023, namum warga yang masih menolak meminta dilakukan diskusi dan musyawarah sehingga diundur menjadi tanggal 11–13 April 2023.
Baca Juga: Banjir Wadas Disebut Akibat Gorong-gorong Sempit, Kades: Sekarang Sudah Diganti
"Khusus untuk tanah terdampak di Desa Wadas, target pengadaan tanah adalah 124 hektare (ha). Telah terbebaskan seluas 93,7 ha, tinggal kurang 30,3 ha. Jika dipersentase, tinggal 24,5% yang belum dibebaskan," kata Herry.
Dalam diskusi dan musyawarah yang telah dilakukan beberapa kali dengan pihak kontra quarry, mereka meminta tiga poin yang harus dipenuhi negara jika ingin memgambil batu andesit untuk dasar bendungan di Wadas. Menurut PPK Fisik Bendungan Bener pada BBWSSO, M Yushar Yahya, negosiasi dihadiri oleh Siswanto dan kawan-kawan dari Gempa Dewa.
"Poin pertama adalah penentuan batas aman galian [untuk blasting]. Kalau dari sisi kami, batas aman galian dari hasil percobaan adalah 300 meter dari rumah warga terdekat," kata Yushar, Selasa (11/04/2023).
Tapi menurut mereka, lanjut Yushar, jarak aman adalah 500 meter. Akhirnya disepakati radius 500 meter untuk batas galian aman di Dusun Randuparang, 300 meter di Dusun Kaligendol dan Winong dan telah dilakukan pengukuran dan pemasangan patok batas galian.
Poin kedua, kata Yushar, terkait isu mata air yang akan mati jika quarry dilaksanakan. Oleh karena itu, pemerintah telah membuatkan sumur bor sebanyak 6 titik beserta reservoar di lima dusun, yaitu Winong, Kaliancar, Kaligendol, Randuparang, dan Krajan.
Infrastruktur lain yang menjadi tuntutan warga adalah jalan desa dan talud penahan longsor pun telah dibangun. Pekerjaan jalan dari Randuparang ke arah Kaligendol sudah selesai.
"Jalan dari Kaligendol ke arah Winong selesai, sedangkan dari perbatasan Kaligendol–Winong masih proses pengerjaan. Total panjang jalan sekitar 1,8 km. Semua dibangun dengan rabat beton lebar 3 meter dan tebal 12 cm," papar Yushar.
Pekerjaan jalan ini pun dengan sistem padat karya, para pekerja juga adalah warga Desa Wadas, termasuk Siswanto.
"Jadi sebetulnya seluruh permintaan warga sudah dipenuhi, termasuk melalui program Pemerintah Provinsi, namun memang ada satu hal yg tidak bisa dipenuhi karena bertentangan dengan undang-undang pengadaan tanah," ucap Yushar.
Persoalan tersebut adalah warga meminta deal harga sebelum dilakukan inven inden. Berdasarkan undang-undang pengadaan tanah, inven inden harus dilakukan terlebih dahulu sebagai dasar tim KJPP melakukan perhitungan nilai ganti untung.
Berdasarkan hasil penelusuran tim Gatra.com, Siswanto cs meminta ganti rugi sebesar Rp20 juta per meter. Sebagai perbandingan, harga tanah termahal di Kabupaten Purworejo ada di Desa/Kecamatan Pituruh yang mencapai Rp6–7 juta per meternya. Lokasi tersebut pun sangat strategis berada di tengah kota.
Herry Prasetyo menambahkan, jika inven inden tidak dilaksanakan akibat adanya penolakan, mekanisme yang akan dilakukan adalah konsinyasi berupa penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri Purworejo.
Pasalnya, kata dia, dengan tidak dapat dilakukannya inven inden di lapangan maka P2T tidak dapat melakukan perhitungan jenis dan jumlah tanam tumbuh di tanah warga terdampak sehingga nilai ganti rugi yang diberikan hanya untuk tanah yang luasannya telah diketahui oleh P2T berdasarkan peta persil desa.
Baca Juga: Busyro Muqoddas Resmikan Tugu Perlawanan Wadas: Warga Istiqomah Melawan Orang-orang Nggragas
Berdasarkan pemberian ganti untung sebelumnya, tanah di Desa Wadas diharga Rp213 ribu–Rp265 ribu per m2. Total rata-rata harga nilai ganti rugi per meter persegi bisa mencapai Rp700 ribu per m2, termasuk tanam tumbuhnya.
Jika dikonsinyasi, tentunya pemilik tanah akan sangat rugi, tanaman yang mereka miliki tidak bisa diberikan ganti rugi karena proses perhitungan tanam tumbuh oleh Satgas tidak bisa dilaksanakan.