Jakarta, Gatra.com - Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Muhammad Najih menyarankan agar proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan melibatkan peran serta masyarakat. Seharusnya, masyarakat bisa secara aktif memberikan masukan terkait RUU ini.
ORI mencatat beberapa hal perlu diperhatikan dalam RUU Kesehatan. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan kualitas layanan publik seperti tata kelola layanan kesehatan, mutu layanan, dan akses pelayanan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat.
Baca juga: Kemenkes RI Dukung RUU Kesehatan: Solusi Kemandirian Farmasi dan Alkes
Catatan pertama terkait hak dan kewajiban penyelenggaraan layanan kesehatan. ORI menilai bahwa RUU Kesehatan belum mengakomodir hak-hak kesehatan untuk kelompok rentan dalam memperoleh layanan kesehatan.
"Kedua terkait pembagian urusan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pada RUU kesehatan ini, Ombudsman Republik Indonesia menilai bahwa pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan," katanya di Jakarta, Selasa (11/4).
Baca juga: CISDI: Kelompok Rentan dalam RUU Kesehatan Terlalu Sempit
Ketiga, pemenuhan penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. ORI menilai RUU Kesehatan belum memaksimalkan peran pemerintah untuk melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian risiko melalui pengaturan fungsi pengamatan yang sistematis secara komprehensif.
Sebelumnya pada Februari 2023 lalu, DPR menetapkan Undang-Undang Kesehatan akan direvisi kembali dengan mekanisme menyatukan beberapa Undang-undang sekaligus (omnibus law). RUU Kesehatan ini diklaim sebagai peraturan perundangan yang mengatur pembangunan kesehatan masyarakat dengan berdasarkan pada tiga pilar yaitu paradigma sehat, pelayanan kesehatan, dan pemenuhan jaminan kesehatan nasional.