Jakarta, Gatra.com - Putusan Hakim Tunggal Sri Wahyuni Batubara kepada anak berkonflik hukum AG (15 tahun) akan menjadi tolak ukur bagi pihak keluarga David Ozora (17 tahun) untuk memproses pelaku utama yang telah menganiaya korban. Walaupun putusan pidana dari hakim di bawah tuntutan jaksa, pihak keluarga tetap mengapresiasi keputusan majelis hakim.
Penasehat Hukum Keluarga David, Mellisa Anggraini menyebutkan, Hakim Sri sudah membacakan sekaligus membuktikan hal-hal yang dinilai penting dalam kasus penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu ini. Mellisa menjelaskan beberapa nilai penting yang ia maksud.
"Terkait dengan unsur kesengajaan, terkait dengan bagaimana anak korban dikelabui di dalam proses sebelum dilakukannya penganiayaan," ucap Mellisa setelah sidang putusan AG di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (10/4).
Hal-hal ini tadi dibacakan langsung oleh Hakim Sri saat menjelaskan kronologis sebelum Mario cs bertemu David hingga korban dianiaya. Dalam pembacaan putusan tersebut, AG dijelaskan terlibat untuk memancing korban untuk mau menemui Mario Dandy.
AG juga disebutkan melihat langsung proses penganiayaan dan tidak melakukan pencegahan meski sebelumnya telah mengetahui rencana Mario Dandy. Hal ini berujung pada David yang hingga saat ini masih dirawat di ruang ICU.
"Seluruh biaya pengobatan yang dilakukan terkait dengan kesehatan David tidak ada satupun menggunakan biaya dari pelaku," ucap Mellisa menegaskan pernyataan Hakim Sri.
Dalam persidangan, Hakim Sri sempat menyebutkan, biaya pengobatan korban sudah mencapai Rp1,2 miliar. Ditegaskan oleh hakim, pihak keluarga David belum menerima bantuan pengobatan dari keluarga Mario Dandy, Shane Lukas, ataupun AG.
"Kita serahkan saja kepada LPSK dengan pertimbangan majelis nantinya sehingga keadilan yang diperoleh oleh David ini sempurna," kata Melissa.
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sempat menyampaikan sedang menyusun dan restitusi. Namun, pihak keluarga David mengatakan, mereka menyerahkan hal ini kepada LPSK karena restitusi sudah menjadi hak yang melekat pada korban.
Untuk kasus penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu, AG divonis bersalah dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan di bawah Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Pasal yang dikenakan adalah Pasal 355 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.