Jakarta, Gatra.com - Sejumlah serikat buruh di Indonesia mendesak pemerintah untuk turut memperhatikan kesejahteraan para pekerja berstatus mitra menjelang Hari Raya Idul Fitri. Serikat buruh menilai, kebijakan Tunjangan Hari Raya (THR) yang ada saat ini hanya menyasar para pekerja formal.
Padahal, kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat, kebijakan pemberian THR itu pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan aspek kesejahteraan dan perlindungan bagi para pekerja. Terlebih, THR telah menjadi hal yang dinanti oleh para pekerja untuk memenuhi kebutuhan jelang Lebaran.
"Namun THR tersebut hanya bisa dinikmati oleh pekerja formal, lalu bagaimana dengan perkerja seperti driver online, ojek online, dan para pekerja ekspedisi yang berstatus pekerja mitra (driver online)?" kata Mirah Sumirat dalam keterangannya, dikutip pada Minggu (9/4).
Menurut Mirah, seharusnya pemerintah dapat mencarikan solusi atas permasalahan terkait THR yang terjadi setiap tahun. Mirah pun mendorong agar pemerintah tidak hanya memberikan imbauan kepada perusahaan yang mempekerjakan pekerja mitra, namun juga memperhatikan nasib para pekerja berstatus mitra.
"Padahal mereka sama-sama merayakan Hari Raya seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Lalu mereka minta THR pada siapa?" tuturnya.
Mirah pun menyoroti fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kerap terjadi di Indonesia akibat kondisi perekonomian yang kurang baik dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, fenomena itu telah terus menggerus angka pekerja formal, yang kemudian banyak beralih menjadi driver online, ojek online, dan kurir ekspedisi berstatus mitra, yang saat ini jumlahnya mencapai sekitar 4 juta orang.
Senada dengan ASPEK Indonesia, Ketua Umum Serikat Pekerja Platform Daring (SPPD) Herman Hermawan juga mendorong agar pemerintah turut memperhatikan nasib pekerja berstatus mitra. Herman pun berharap, pemerintah juga dapat membuat kebijakan terkait THR bagi para pekerja platform, sehingga mereka dapat memiliki payung hukum yang jelas.
"Kami ini pekerja yang sangat rentan. Hari ini kami narik kami punya uang, hari ini tidak narik kami tidak punya uang, no work no pay," kata Herman Hermawan, dalam keterangan itu.
Herman menyebut, kondisi itu diperparah dengan adanya biaya potongan aplikasi yang ia nilai sangat tidak manusiawi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, hingga biaya perawatan kendaraan dan angsuran kendaraan.
"Hal ini (Kebijakan) tentu menjadi tanggung jawab Pemerintah, agar nilai Pancasila, yaitu sila kelima bisa diimplementasikan sesuai bunyinya, yaitu 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia'," pungkas Herman.