Jakarta, Gatra.com - Tunjangan Hari Raya atau biasa disingkat THR adalah uang yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan menjelang hari raya. Uang ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas kinerja karyawan, serta sebagai dukungan dalam mempersiapkan diri untuk merayakan hari raya.
Uang THR sendiri merupakan pendapatan di luar gaji atau non-upah yang wajib dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja. Hal ini sudah diatur oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Hari raya keagamaan yang dimaksud adalah:
Hari Raya Idulfitri bagi pekerja yang beragama Islam.
Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Katolik dan Kristen Protestan.
Hari Raya Nyepi bagi pekerja yang beragama Hindu.
Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha.
Hari Raya Imlek bagi pekerja yang beragama Konghucu.
Meskipun demikian, dalam praktiknya, semua THR dirapel menjadi satu kali, tepatnya di Hari Raya Idulfitri, mengikuti mayoritas karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan. Hal ini tidak dipermasalahkan selama perusahaan telah membayar sesuai ketentuan yang berlaku.
A. Peraturan Permenaker Terkait Tunjangan Hari Raya (THR) 2023
Sebagai informasi, Permenaker No. 6 Tahun 2016 telah diperbarui melalui Permenaker No. 6 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Permenaker No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Peraturan terbaru ini menetapkan bahwa perusahaan harus memberikan THR kepada karyawan pada tahun 2023 sebesar satu kali gaji bulanan.
Selain itu, peraturan ini juga menetapkan bahwa perusahaan harus memberikan THR kepada karyawan dalam waktu paling lama 7 hari sebelum hari raya. Jika perusahaan tidak memberikan THR pada waktu yang telah ditetapkan, perusahaan harus membayar sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan.
B. Peraturan THR untuk Karyawan yang Resign atau di-PHK
Dalam pasal 7 Permenaker No. 6 Tahun 2016, dijelaskan bahwa pekerja atau buruh yang memiliki Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT), atau dengan kata lain menjadi karyawan tetap, dan mengalami pemutusan hubungan kerja pada 30 hari menjelang hari raya keagamaan berhak atas THR. Aturan ini juga menjadi dasar bagi pengaturan THR bagi karyawan yang mengundurkan diri.
Jadi, jika seorang karyawan mengajukan resign dalam kurun H-30 sebelum hari raya keagamaan, maka ia tetap berhak atas uang THR. Namun, jika pengunduran diri terjadi sebelum H-30, maka karyawan tersebut tidak berhak atas THR.
C. Cara Menghitung Uang THR
Untuk menghitung uang THR, pertama-tama harus diketahui gaji bulanan dan tunjangan tetap karyawan. Gaji bulanan adalah gaji yang diterima karyawan setiap bulannya, sedangkan tunjangan tetap adalah tunjangan yang diberikan secara tetap setiap bulannya.
Setelah diketahui gaji bulanan dan tunjangan tetap karyawan, maka dapat dihitung uang THR dengan menggunakan rumus berikut:
THR = (Gaji bulanan + Tunjangan tetap) x Jumlah bulan kerja/12
Contoh kasus, seorang karyawan bernama Desinta memiliki gaji bulanan sebesar Rp10.000.000 dan tunjangan tetap sebesar Rp5.000.000. Ia baru masuk kantor pada bulan Januari 2022, sementara THR dibayarkan pada bulan April 2023. Maka, uang THR yang harus diberikan kepada karyawan tersebut adalah: THR = (10.000.000 + 5.000.000) x 4/12 = Rp5.000.000
Dari sini bisa disimpulkan bahwa Desinta baru bisa mendapatkan THR 2023 sebesar Rp5.000.000. Jika ia bertahan sampai tahun depan, ia berpeluang mendapatkan THR sebesar 1 kali gaji, yakni Rp15.000.000.
Selain itu, perusahaan juga dapat memberikan THR tambahan atau lebih besar dari satu kali gaji bulanan jika perusahaan memiliki kebijakan internal atau perjanjian kerja yang mengatur hal tersebut.
Maka dari itu, bila seorang karyawan mengajukan surat pengunduran diri dua atau tiga bulan sebelum hari raya, tetapi pemutusan hubungan kerja terjadi dalam 30 hari menjelang hari raya, maka karyawan tersebut tetap berhak atas THR. Perusahaan wajib membayarnya sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Permenaker.