Yogyakarta, Gatra.com - Keluarga rupanya menjadi jalan pulang bagi para pelaku aksi terorisme. Pelibatan istri, anak, dan orang tua dalam mengembalikan eks napi terorisme ke kehidupan bermasyarakat agaknya lebih manjur ketimbang penjara dan upaya hukum.
Hal itu mengemuka dalam film dokumenter Kembali ke Titik yang diputar secara perdana di Masjid Mardliyah, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu (8/3). Film ini menceritakan perjalanan Hadi Masykur, mantan anggota organisasi teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Peran Hadi di JI amat penting. Ia sekretaris Neo JI sekaligus pemegang data sekitar 7.000 anggota JI di Indonesia. Setelah menjalani pelarian selama tiga bulan, ia ditangkap pada 2020 dan dipenjara di Lapas Kelas 1 Kedungpane, Semarang.
Selama bergabung di JI, Hadi merasa berada di jalan benar. Saking merasa benarnya, saya menomorduakan keluarga, terutama ibu kandung saya, mertua, dan tentu istri saya, dan anak-anak saya,” ungkap Hadi yang hadir dalam jumpa pers, Jumat (7/3).
Saat dipenjara, keluarganya menghadapi kesulitan ekonomi. Ibunda Hadi, Ngatiyah, dan sang istri Siti Djawariyah atau Titik, harus berjuang menopang hidup dengan berjualan di warung makanan. Putra sulung Hadi pun nyaris putus sekolah karena harus membantu perekonomian keluarga.
Untuk itu, seperti digambarkan di film, selepas bebas dari bui pada September 2022 lalu, Hadi mengalami proses kembali dan menapak jalan pulang ke keluarganya. Hadi turut membantu berjualan ibunya dan membuka usaha menjahit bersama sang istri. “Saat ini, saya hanya ingin membahagiakan ibu dan keluarga,” kata Hadi dengan mata berkaca-kaca.
Kembali ke Titik yang berdurasi 20 menit disutradarai oleh Ridho Dwi Ristiyanto, sineas lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Film ini diproduksi oleh Kreasi Prasasti Perdamaian yang digagas Noor Huda Ismail, pakar terorisme yang kini mengajar di Nanyang Technological University (NTU), Singapura.
“Judul 'Kembali ke Titik' menjadi metafora bagi eks napi terorisme sekaligus perjalanan Mas Hadi untuk kembali ke istrinya,Titik,” tutur Huda selaku produser film ini.
Ia menjelaskan, kegelisahannya atas isu terorisme hingga meneliti dan melahirkan delapan film dokumenter berangkat dari alasan personal. “Pelaku Bom Bali itu teman-teman saya di (Pesantren) Ngruki. Selama ini kita memonsterkan para teroris, tidak melihat mereka secara kemanusiaan,” ujarnya.
Melalui film ini, ia berupaya agar masalah terorisme tak hanya dituntaskan dari jalur hukum dan pemenjaraan pelakunya. “Isu ini memerlukan cara baru, terutama dengan mendorong kekuatan narasi positif dari para mantan napi terorisme dengan pendekatan film documenter dan forum diskusi,” tutur Huda.