Jakarta, Gatra.Com - Indonesia baru saja kehilangan momentum akbar sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Pada 29 Maret 2023, FIFA mencabut hak Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan akbar tersebut dan melahirkan efek domino yang menyebabkan potensi kerugian ekonomi bagi Indonesia.
Dalam mempersiapkan Piala Dunia U-20 2023, pemerintah daerah dari 6 wilayah, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Solo, Surabaya, dan Palembang telah menggelontorkan sejumlah anggaran yang cukup besar. Total anggaran pelaksanaan Piala Dunia U-20 2023 yang telah dikeluarkan mencapai Rp1,2 triliun.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, menyebut bahwa pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 sangat disayangkan. Dalam diskusi publik “Piala Dunia U-20: Tuan Rumah Batal Potensi Ekonomi Buyar” secara virtual pada Kamis (6/4/23), ia menyebut momentum tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan Indonesia di mata dunia sebagai penyelenggara yang baik. Namun, ada dampak yang terjadi karena pembatalan tersebut, salah satunya dampak ekonomi yang bisa menjadi potensi untuk Indonesia.
“Momentum U-20 bagi saya merupakan suatu momentum strategis agar kita bisa menunjukkan kemampuan kita di mata dunia menjadi penyelenggara yang baik. Menjadi satu perhelatan untuk unjuk gigi,”
“Meski keputusan FIFA telah diambil, tapi kita berharap bahwa ini bisa menjadi kesempatan kedua apapun jalannya sehingga kita bisa jadi tuan rumah lagi. Tentu perhelatan U-20 memberikan kesan potensi ekonomi yang hilang, lost opportunity,” ujar Tauhid.
Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikurahman, memperkirakan adanya potensi dan dampak berbagai indikator makro secara nasional. Berdasarkan perhitungan dampak ekonomi melalui event internasional yang sebelumnya sudah pernah dilakukan Indonesia, seperti MotoGP, Formula E, dan Asian Games, terdapat dampak langsung yang terjadi akibat pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia.
“Kita lihat dampak langsungnya, misal dari investasi infrastruktur Piala Dunia (U-20) dari berbagai sektor, utamanya Kementerian Olahraga, PUPR untuk merevitalisasi stadion," katanya.
Kemudian, dampak langsung kita lihat di operasional penyelenggaraan. Bagaimana pengeluaran pemerintah untuk persiapan tim, latihan persahabatan, dan penyelenggaraan acara. Kemudian juga dari pengeluaran pengunjung.
"Piala Dunia U-20 ini kita lihat dari wisman, kira-kira wisman (wisatawan mancanegara) yang bisa datang ke Indonesia itu berapa, dan kita mencoba menggunakan basis data dari penyelenggaraan U-20 di Finlandia sekitar hampir 300 ribu orang,” ujar Rizal.
Lebih lanjut, Rizal menyebut adanya dampak tidak langsung dari pembatalan tersebut, misalnya investasi. Investasi yang masuk ke Indonesia dinilai dapat memberikan perputaran ekonomi yang berarti.
“Tentu ini masih analisis jangka pendek dalam sistem ekonomi. Untuk indikator dampak terhadap ekonomi nasional, terutama untuk indikator makro ekonominya memberikan dampak yang positif," katanya.
Menurutnya, dampak positif itu terhadap PDB nasional, inflasi, rasio investasi, GNE riil nasional, dan termasuk konsumsi masyarakat. Kalau menggunakan data aktual berdasarkan nilai GDP nasional, kira-kira dampak ekonominya sebesar Rp3,5 triliun.
“Ini belum dihitung dari dampak langsungnya. Kita coba estimasi dari event-event internasional, angkanya cukup signifikan," katanya.
UMKM mencapai Rp500 miliar, infrastruktur Rp175 miliar, penyelenggaraan Rp600 miliar, wisatawan lokal (wislok) Rp56 miliar, dan wisman Rp120 miliar. Piala Dunia U-20 ini memberikan efek yang signifikan yang akan memberikan multiplier effect terhadap perekonomian.
Kepala Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Ahmad Heri Firdaus, menyebut bahwa tuan rumah dari event olahraga internasional dapat meraup keuntungan secara ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagai contoh, Qatar berhasil meraup keuntungan hingga Rp117 triliun karena Piala Dunia 2022 lalu. Bahkan, jumlah tersebut melebihi APBD beberapa provinsi di Indonesia.
“Secara konsisten, Piala Dunia U-20 saja mampu menghadirkan penonton dengan rata-rata 400 ribu orang. Jadi, dampak multiplier-nya sangat luas. Dari beberapa item pengeluaran yang diasumsikan, secara langsung akan menimbulkan perputaran uang sebesar Rp1,13 triliun. Di seluruh Indonesia, dampaknya itu [mencapai] Rp3,62 triliun,” jelas Heri.
Enam provinsi penyelenggara, yakni Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, dampak ekonominya terhadap PDRB mencapai Rp1,9 triliun. Dapat diasumsikan bahwa semua provinsi di Indonesia mengalami dampak positif dari penyelenggaraan Piala Dunia U-20.
Tuan rumah penyelenggara ini sebenarnya adalah salah satu faktor penggerak ekonomi nasional, kontribusi mereka besar terhadap PDB Nasional.
“Selain dampak terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), juga kita bisa melihat dampak terhadap konsumsi rumah tangga. Dampak terhadap konsumsi rumah tangga relatif besar, tetapi karena batal ada potensi-potensi ekonomi yang hilang,” katanya.