Jakarta, Gatra.com - Bulan Ramadan menjadi momentum bagi umat muslim di seluruh dunia untuk memaksimalkan kebaikan. Tidak hanya menebar kebaikan kepada sesama manusia, tetapi juga dalam bertindak menjaga bumi dan seisinya.
Menggunakan semboyan Ramadhan Minim Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak masyarakat Indonesia untuk mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan di sepanjang bulan puasa.
“Pada bulan Ramadan, kita dituntut untuk menahan diri dan menahan nafsu. Namun demikian, timbunan sampah di bulan Ramadhan justru tercatat naik 20% dikarenakan jumlah sisa makanan dan sampah kemasan. Melalui 'Ramadan Minim Sampah' ini, kita ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk memberikan keteladanan dengan perubahan kecil terkait sampah," ujar Direktue Pengurangan Sampah KLHK, Sinta Saptarina dalam Diskusi Pojok Iklim secara virtual (5/4/23).
Sinta menjelaskan bahwa volume timbunan sampah di Kota Surabaya sebagai contoh mengalami peningkatan selama bulan Ramadhan.
“Saat kondisi normal, sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo Surabaya per hari mencapai sekitar 1.500-1.600 ton. Jumlah sampah tersebut meningkat 100-200 ton per hari di bulan Ramadan,” katanya.
Berdasarkan data KLHK, sampah organik berupa sisa makanan mendominasi komposisi sampah tertinggi di Indonesia mencapai 41,2%, diikuti oleh sampah plastik 18,2%. Sampah rumah tangga menyumbang jumlah sampah nasional terbesar mencapai 39.2%. Jika masalah sampah tidak terkelola dengan baik, hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan, memiliki potensi pencemaran lingkungan, hingga peningkatan emisi karbon dari sektor sampah.
Ada sejumlah langkah sederhana yang dapat dilakukan selama bulan Ramadan. Antara lain, membawa wadah makanan dan tas belanja sendiri saat membeli takjil, mengonsumsi makanan secukupnya, hingga memilah sampah dari rumah guna mendorong ekonomi sirkular.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hayu Prabowo mengingatkan bahwa berbagai kerusakan di muka bumi disebabkan ulah manusia.
“Pendekatan gaya hidup reuse dan recycle sebagai bagian dari ekonomi sirkular mampu mencegah hal yang mubazir dan berlebih-lebihan, seperti menggunakan kembali plastik yang masih bisa dimanfaatkan. Termasuk juga mengompos sisa makanan menjadi pupuk organik,” ungkap Hayu.
Indonesia harus menjadi contoh yang baik bagi dunia Islam sebagai negara yang dapat mengelola sampah demi kemaslahatan umat dan planet bumi.
“Dimulai dari diri sendiri, dimulai dari lingkungan terdekat yaitu rumah dan keluarga, kita dapat memberikan inspirasi dan keteladanan bagi masyarakat yang lebih luas lagi untuk memastikan lingkungan terjaga baik dengan cara mengelola sampah secara bijak dan berkelanjutan,” kata Sinta.