Yogyakarta, Gatra.com – Dosen sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) A.B Widyanta menilai dorongan masif untuk merevisi PP Nomor 109 Tahun 2012 merupakan upaya mematikan industri pertembakauan Indonesia.
Keterlibatan konsumen dalam pengawasan revisi aturan itu yang sudah diamanatkan dalam Keppres Nomor 25 Tahun 2022 pada Desember lalu akan turut menjaga keberlangsungan industri pertembakauan.
Hal ini disampaikan Abe, panggilan AB Widyanta, dalam diskusi ‘Wacana Revisi Regulasi: Praktik Diskriminasi Terhadap Perlindungan Hak Konsumen Produk Tembakau’, Kamis (6/4) sore.
“Dorongan revisi ini seperti mengulang sejarah penghilangan berbagai komoditas pangan lokal lewat beras yang dilakukan rezim Orde Baru di tahun 60-an,” jelasnya.
Menjadi perpanjangan tangan dari korporasi industri farmasi dan kimia, AB menyatakan, pemerintah hendak menjadikan siapa saja yang terlibat dalam industri pertembakauan akan dinistakan atau dipinggirkan.
Bahkan lewat skema ‘mengambinghitamkan’ konsumen, pemerintah ingin menghancurkan industri pertembakauan yang selama ini menjadi penopang penting bagi perekonomian negara.
“Melalui diskusi ini, saya yang merupakan bagian kecil akan terus berjuang mengadvokasi tembakau agar tidak boleh hilang. Pasalnya tembakau di negeri ini memiliki sejarah panjang dan sudah mendarah daging yang sulit dipisahkan dari laku keseharian,” ujar Abe.
Karenanya, ia menilai konsumen perlu terlibat dalam mengawal penyusunan regulasi agar adil, berimbang, dan memberi kesempatan serta pelibatan dan perlindungan kepada seluruh konsumen.
"Jangan sampai ada konflik kebijakan atau tumpang tindih kebijakan yang ujungnya mengorbankan konsumen. Komoditas tembakau ini harus kita jaga keberlangsungan," katanya.
Ia juga berharap pemerintah, sebelum memutuskan melahirkan sebuah regulasi, melakukan riset-riset dasar, holistik, dan substansif terkait ekosistem pertembakauan.
Ketua Pakta Konsumen, Ary Fatanen, menegaskan konsumen hanya dianggap sebagai objek. Padahal dengan kontribusi dan sumbangsihnya terhadap cukai rokok, hak-hak konstitusional konsumen tidak boleh diabaikan.
"Sejak dirilisnya Keppres Nomor 25 Tahun 2022, ada tujuh poin yang akan terus didorong dilakukan revisi pada PP Nomor 109 Tahun 2012. Dari tujuh itu ada dua poin yang penting untuk terus dikawal agar tidak terjadi diskriminasi pada konsumen,” ungkapnya.
Dua pon itu adalah rencana larangan total penjualan rokok batangan dan pemasangan iklan rokok. Ini baginya menjadi praktik nyata diskriminasi dan pengabaian hak-hak ekonomi masyarakat.
“Padahal pelarangan total iklan, promosi, dan sponsorship lagi-lagi menindas hak informasi dan hak edukasi konsumen," tutup Ary.