Home Hiburan Sudut Pandang dan Kisah Eks Tapol Perempuan 1965 di Buku Amurwani Dwi

Sudut Pandang dan Kisah Eks Tapol Perempuan 1965 di Buku Amurwani Dwi

Jakarta, Gatra.Com – Berbicara mengenai peristiwa G30S tahun 1965 silam, ada banyak kisah kelam yang dialami masyarakat masa itu, salah satunya dari kalangan perempuan. Tahanan politik atau tapol perempuan dianggap terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam peristiwa G30S.

Tidak sedikit dari mereka harus mendapat sanksi sosial dari lingkungan sekitar hingga ditahan dalam kamp konsetrasi khusus. Meski telah bebas, tetapi trauma mental dan stigma sosial masih tersisa hingga saat ini, di usia senja mereka.

Melalui disertasi yang digubah menjadi sebuah buku ini, Amurwani Dwi Lestariningsih dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), mencoba untuk menggali saksi sejarah dari mantan tapol perempuan saat peristiwa 1965 itu terjadi.

Kisah perjuangan mereka direkonstruksi dan diartikulasikan dalam buku "Suara Mereka yang Kembali dan Dikembalikan: Kisah Eks Tapol Perempuan 1965". Berbagai cara telah ditempuh untuk membersihkan nama mereka, mulai dari pengajuan class action hingga pendidikan organisasi kebudayaan.

Dekan FIB UI, Bondan Kanumoyoso, menyebut bahwa buku ini penting karena sejarah di dalamnya dapat disebarluaskan kebenarannya sebelum dilupakan.

"Apa yang membuat ini [diskusi dan peluncuran buku] menarik perhatian? Peristiwa ini menimbulkan banyak penafsiran kontroversi dalam masyarakat Indonesia. Ada pro-kontra tahun 1965, [tetapi] yang menarik adalah pendekatan penulis buku ini. Dia tidak mendekatinya dari aspek siapa pelaku, siapa yang bersalah," ujarnya.

Penulis buku ini, Amurwani Dwi Lestariningsih, mengungkapkan bahwa proses pembuatan disertasinya sebagai bahan buku ini cukup berat. Untuk mendapatkan informasi dari saksi hidup tapol perempuan 1965, beberapa hal harus ia tempuh agar bisa bertemu dengan mereka. Mulai dari menyusuri pasar hingga berkeliling kota telah ia lakukan untuk penelitiannya tersebut.

"Buku ini kenapa diberi judul Suara Mereka yang Kembali dan Dikembalikan, ini suatu hal yang menarik. Oleh karena itu, saya melihat bagaimana kondisi mereka pada saat itu. Ini adalah bagian dari eks tapol yang [telah] dikembalikan ke masyarakat dan tidak bisa diterima oleh masyarakat," kata Amurwani.

Lebih lanjut, Amurwani menyebutkan, agar bisa diterima oleh masyarakat, para eks tapol perempuan terpaksa harus menarik diri dari msyarakat atau membuang identitas masa lalunya. Mereka harus melakukan upaya pendekatan kepada masyarakat untuk diterima secara sosial.

"Mereka yang merasa dikembalikan karena harapan dari hidup di luar penjara itu adalah kemerdekaan yang sesungguhnya tidak mereka capai. Mereka inilah yang kemudian membentuk sebuah wadah-wadah seni budaya," katanya.

437

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR