Padang, Gatra.com - Tak ada manusia diciptakan Tuhan yang sia-sia. Hidup harus disyukuri, sebab setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pernyataan itu dituturkan Asep Prima, 25 tahun, seorang Kelayan Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tuah Sakato, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) yang memiliki kekurangan secara fisik.
"Jadi tidak pernah minder atau malu meskipun penglihatan saya tidak normal," kata Asep saat ditemui Gatra.com di Padang, Selasa (4/4).
Kendati kekurangan dalam penglihatan, Asep tetap percaya diri agar bisa hidup secara mandiri. Dia tak ingin hidupnya menyusahkan orang lain, terutama bagi kedua orang tuanya yang hanya petani.
"Saya harus banyak bersyukur, masih harus banyak belajar untuk bisa hidup lebih mandiri, karena tak mau menyusahkan orang," ungkap anak bungsu dari empat bersaudara itu.
Sebelumnya, Kepala Seksi Pelayanan Keterampilan dan Kecakapan PSBN Tuah Sakato, Erma Esa menyampaikan, pihaknya menyiapkan program bagi kelayan agar lebih mandiri. Dengan harapan tak lagi bergantung pada orang lain.
"Ada 50 kelayan di sini, kita berharap, setelah dari sini, mereka bisa membuka klinik pijat, bikin galeri, atau UMKM," kata Erma, Jumat (31/3) lalu.
Dia menyebut, semua Kelayan diberikan pelatihan di PSBN Tuah Sakato Padang selama tiga tahun. Mereka dilatih tentang Shiatsu, yakni teknik pijat, dan beragam keterampilan.
"Mereka dibekali kerajinan tangan, membuat telur asin, hingga produk serbuk jahe merah," jelasnya.
Kepala Seksi Pelayanan Perawatan, Pengawas, dan Pemeliharaan (P4) PSBN Tuah Sakato Padang, Sri Hatmi Hutapea menambahkan Kelayan tidak dipungut biaya apapun.
Dia menyebut, Kelayan ini didanai pemerintah dengan anggaran Rp3,6 miliar tahun 2023. Dari anggaran tersebut, sudah termasuk biaya sandang, pangan, hingga uang saku.
"Untuk makan Rp35 ribu dan uang saku Rp4000 per orang setiap hari," jelas Sri.
Dia juga menjelaskan, Kelayan ini memang mayoritas berasal dari daerah kabupaten dan kota se-Sumbar. Namun ada juga dari Pekanbaru, Jambi, dan Medan.