Jakarta, Gatra.com - Jaksa Penuntut umum (JPU) mendakwa Haris Azhar telah melakukan perbuatan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Haris didakwa bersama Fatia Maulidiyanti.
Hal tersebut disampaikan JPU pada sidang pertama yang beragendakan pembacaan surat dakwaan terhadap Haris Azhar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, pada hari ini Senin (3/4/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Jaksa mengatakan bahwa Haris dan Fatiah yang dituntut dalam perkara yang terpisah, melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik Luhut melalui unggahan video di kanal YouTube pribadi milik Haris Azhar dengan 216 ribu subscribers yang disebar luaskan pada 18 Januari 2021.
“Video yang diunggah di YouTube itu berjudul 'Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!!“ kata Jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Baca juga: Puluhan Pendukung Haris Azhar dan Fatia Demo di Depan PN Jakarta Timur
“Terdakwa Haris Azhar sebagai host yang mana saksi Fatiah Maulidiyanty sudah mengetahui maksud dan tujuan terdakwa Haris Azhar ingin mencemarkan nama baik saksi Luhut Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan, kemudian menyatukan kehendak dengan terdakwa Haris Azhar agar rekaman dialog/percakapannya berisikan pernyataan dari hasil kajian cepat yang belum terbukti kebenarannya akan menghasilkan informasi elektronik yang muatannya mencemarkan nama baik saksi Luhut B Pandjaitan menjadi dapat diakses dan diketahui publik melalui akun YouTube Haris Azhar," katanya.
Salah satu kalimat Haris dan Fatiaj yang disorot terkait pertambangan di Papua. Jaksa menganggap pernyataan Fatiah tersebut tidak akutat, sebab dianggap diperoleh dari hasil kajian cepat, karena dilakukan dengan itikad buruk untuk menyerang nama baik dan kehormatan salah seorang jenderal atau purnawirawan yaitu saksi Luhut Pandjaitan yang dinyatakan oleh saksi Fatiah sebagai seorang penjahat.
Baca juga: Luhut Diperiksa Terkait Laporan terhadap Haris Azhar
“Saksi Fatiah telah menuduh saksi Luhut sebagai pemegang saham di Toba Sejahtera Group yang seolah-olah digambarkan memiliki usaha pertambangan yang berlokasi di Blok Wabu, Kabupaten Intan Jaya, Papua," kata jaksa.
"Padahal saksi Luhut Pandjaitan sama sekali tidak pernah memiliki usaha pertambangan yang berlokasi di Blok Wabu, Kabupaten Intan Jaya, Papua, maupun di wilayah Papua lainnya. Bahwa saksi Luhut Pandjaitan memang merupakan pemegang saham di PT Toba Sejahtera namun bukanlah pemegang saham di PT TOBACOM DEL MANDIRI yang merupakan anak perusahaan PT TOBA SEJAHTERA," sambungnya.
Jaksa menyebutkan bahwa, PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan penjajakan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata'ain. Namun tidak dilanjutkan hingga saat ini.
Baca juga: Haris Azhar Sebut Alasan Tidak Hadir Mediasi dengan Luhut
Jaksa juga menambahkan bahwa, PT Madinah Quarrata'ain saat ini hanya memiliki kerja sama konkret atas perjanjian pengelolaan Derewo Project dengan PT Byntech Binar Nusantara pada 23 Maret 2018 yang ditandatangani direktur dan pemegang saham PT Byntech Binar Nusantara bernama Paulis Prananto. Dan jaksa menegaskan bahwa, PT Byntech Binar Nusantara bukan lah anak perusahaan dari PT Toba Sejahtera, PT Tobacom Del Mandiri, maupun PT Tambang Raya Sejahtera.
Lebih janjut, Jaksa mengungkapkan bahwa Luhut mengetahui isi tentang vidoe tersebut lalu, Luhut memberikan reaksi marah. Namun, Luhut memberikan kesempatan kepada Haris Azhar dan Fatiah untuk meminta maaf kepada Luhut dengan memberikan surat somasi dua kali. Namun keduanya tidak meminta maaf, hingga akhirnya Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya.
Untuk itu Haris dan Fatiah didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Terhadap 4 pasal tersebut di juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.