Jakarta, Gatra.com - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mendukung langkah pemerintah untuk menindak tegas para importir pakaian bekas ilegal.
Pasalnya, kedua asosiasi industri tekstil ini menaksir potensi kerugian mencapai Rp19 triliun akibat adanya praktik impor pakaian bekas ilegal. Apalagi, saat ini industri tekstil masih mengalami kelesuan pasar ekspor.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki mengatakan bahwa data-data yang dilampirkan API dan APSyFI merupakan dampak nyata akibat masuknya pakaian bekas impor ilegal. Oleh karena itu, langkah pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap aksi para importir ilegal ini dinilainya sudah tepat.
Baca juga: Malu! Lebaran Pakai Gombalan Impor, Menteri Teten: Harga dan Kualitas Produk Lokal Tak Kalah
“Pakaian bekas selundupan ini luar biasa merugikannya. Pada 2022 saja dari data Trademaps, Malaysia menjadi pemasok terbesar pakaian bekas ke Indonesia mencapai sekitar 25 ribu ton dan tidak tercatat karena ilegal. Bahkan sebanyak 350 ribu potong pakaian per hari menyerbu pasar lokal,” ucap Teten dalam keterangannya yang diterima pada Sabtu (1/4).
Akibatnya, lanjut Teten, industri pakaian jadi yang termasuk dalam kategori usaha kecil dan menengah (UKM) yang selama ini berkembang di pasar lokal mengalami hantaman. Menurutnya, impor pakaian bekas ilegal ini memang termasuk dalam praktik penyelundupan, bukan masalah penjulan pakaian bekas atau thrifting.
“Jangan dikacaubalaukan dengan pengertian thrifting. Kami melindungi UKM lokal di pasar domestik, dan bagaimana mengurangi unrecorded impor yang cukup deras tak hanya pakain jadi tapi juga tekstil,” tegasnya.
Baca juga: Terkuak! Pakaian Gombal Ilegal Banyak Diimpor dari Malaysia, Capai 24.544 Ton
Ia menjelaskan, pakaian bekas impor yang dimusnahkan oleh pemerintah merupakan barang-barang dengan pasar menengah ke bawah. Seperti 7.000 bal pakaian bekas impor yang dimusnahkan di Cikarang beberapa hari lalu.
“Dengan dukungan API dan APSyFI, kami menjadi yakin sesuai permintaan asosiasi tekstil kepada pemerintah harus betul-betul menyetop selundupan pakaian bekas. Berharap, jika hal tersebut bisa dilakukan, produksi dalam negeri, utilitasnya tidak lagi 60% sehingga lapangan kerja di dalam negeri semakin terbuka luas dan industri tekstil semakin baik,” ucap Teten.