Jakarta, Gatra.com - Meskipun Indonesia menjadi negara dengan jumlah pemeluk muslim terbanyak nomor satu, sektor keuangan dan ekonomi syariahnya masih tertinggal dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Astera Primanto mengatakan Indonesia pada tahun 2022 menduduki peringkat ke-4 dunia dalam hal indikator ekonomi syariah dunia. Di posisi pertama ada Uni Emirat Arab diikuti Arab Saudi, dan Malaysia. Sementara dalam hal indikator keuangan syariah, RI berada di posisi ke-6 dunia.
"Total aset keuangan syariah di Indoensia jg telah mencapai Rp2.050 triliun. Walaupun terus meningkat, pangsa pasar perbankan di Indonesia baik terhadap pangsa pasar global maupun pangsa pasar terhadap industri perbankan domestik ini masih relatif rendah jika dibandingkan negara-negara anggota OKI yang lain," tutur Astera dalam webinar OJK, Kamis (30/3).
Astera menyebut bahwa pangsa pasar bank syariah RI pun masih belum mencapai 2% dari perbankan syariah global. Bahkan Malayasia memiliki pangsa pasar bank syariah jauh lebih besar mencapai 11,7% secara global. Posisi pertama adalah Saudi Arabia dengan pangsa pasar bank syariah sebesar 30,6% secara global.
Di ASEAN, Brunei Darussalam menempati posisi pertama terkait pangsa pasar bank syariah terhadap perbankan domestik negaranya. Pangsa pasar bank syariah di negara yang dijuluki Petro Dollar itu mencapai 58%. Sementara Malaysia memiliki pangsa pasar bank syariah sebesar 31,5% di dalam negerinya.
"Rendahnya literasi dan pemahaman ekonomi keuangan syariah masyarakat jadi tantangannya," sebutnya.
Sebagai gambaran, Astera menjelaskan bahwa tingkat literasi keuangan syariah di RI masih di angka 20,1% merujuk data Bank Indonesia pada 2021. Artinya hanya 20 orang dari 100 oramg Indonesia yang memiliki pemahaman yag baik terkait ekonomi syariah.
"Kalau dilihat pendudukan RI misalnya 80%, baru 25% dari penduduk muslim RI yang paham ekonomi syariah, hal ini menunjukkan betapa besarnya tantangan kita bersama untuk mengenalkan dan mengembangkan ekonomi syariah kepada masyarakat Indonesia," ucapnya.
Menurut dia tantangan lain sektor keuangan syariah di Indonesia yaitu adanya kompleksitas produk syariah. Dengan berbagai variasi itu, kata dia kerap menimbulkan kebingungan bagi masyarakat baik terkait akses maupun informasi produk syariah.
Karena itu, Astera mengusulkan agar pendekatan yang inklusif tidak perlu mempertentangkan antara ekonomi konvensional dengan ekonomi syariah.
"Justru kita malah bisa mentranslate hal-hal yang ada di ekonomi konvensional sebenarnya sejalan dengan ekonomi syariah ini," imbuhnya.