Solo, Gatra.com– Agenda persidangan kasus ujaran kebencian dan penistaan agama dengan terdakwa Sugi Nur Raharja atau yang lebih dikenal dengan Gus Nur sudah memasuki tahapan pembelaan terdakwa atau pledoi. Sidang yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Solo pada Selasa (28/3) ini berjalan sangat panjang dan hampir lima jam.
Gus Nur membacakan pembelaannya setelah dituntut 10 tahun hukuman oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun pihak Gus Nur merasa tuntutan ini tidak memenuhi beberapa unsur.
Kuasa hukum terdakwa Eggi Sudjana juga mengatakan dakwaan jaksa tidak lengkap dan tidak jelas, khususnya terkait dengan ijazah palsu Jokowi. Sebab jaksa menuntut maksimal 10 tahun tanpa menghadirkan ijazah asli Jokowi.
"Dakwaan jaksa tidak lengkap, tidak jelas, khususnya yang dikaitkan dengan ijazah palsu Jokowi. Hingga hari ini, hingga mereka membacakan tuntutan, tidak ada kelengkapan dan kejelasan. Tidak ada ijazah aslinya Jokowi, tidak pernah diperlihatkan di sini (dalam sidang)," kata Eggi.
Seharusnya berdasarkan hal tersebut jaksa tidak bisa menuntut hingga 10 tahun. Sebab sudah 22 saksi yakni 5 saksi ahli dan 17 saksi fakta yang dihadirkan, namun tidak pernah ada yang melihat ijazah asli Jokowi.
"Ketika saya tanya pada jaksa di depan persidangan, di depan hakim, kenapa yang diajukan ijazahnya yang fotokopi, walaupun ada legalisir, jaksa mengatakan hanya menerima dari polisi. Harusnya kalau berkas tidak lengkap ya dikembalikan, P19," katanya.
Untuk itu dalam hak pembelaannya, Eggi menilai sidang tersebut dakwaannya tidak jelas dan tidak cermat. "Kenapa diteruskan. Mestinya stop dengan putusan hakim batal demi hukum," katanya.
Sementara itu Gus Nur menilai dirinya tidak bersalah. Sebab selama ini ijazah Jokowi merupakan produk dari Bambang Tri. Ia merasa hanya mengundang Bambang Tri ke dalam podcast miliknya sebagai narasumber.
Selama ini yang ia kritik bukan personal Jokowi, namun rezim pemerintahan Jokowi. "Mengkritik rezim itu tidak sama dengan mengkritik Jokowi, apalagi menyerang. Rezim itu bukan Pak Jokowi dan Pak Jokowi itu bukan rezim. Itu dua hal yang berbeda," kata Gus Nur dalam pembelaannya.
Sidang terdakwa lainnya Bambang Tri Mulyono dilakukan secara terpisah. Dalam sidang ini Bambang membacakan pembelaan yang sangat singkat dan ditolak oleh hakim. Hal ini diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Apriyanto Kurniawan.
"Nggak jelas, nggak ditulis secara rapi. Masih dalam catatan-catatan di belakang kertas tuntutan," katanya.
Bambang yang tidak didampingi pengacara ini diharuskan membuat pembelaan secara tertulis yang kemudian diserahkan pada jaksa. Ia diberi kesempatan hingga Jumat (31/3) untuk menyerahkan pembelaannya pada jaksa.
"Diberi kesempatan hakim Jumat agar menyerahkan pada Kamis bentuk tertulis dan rapi. Biar bisa kami tanggapi Selasa depan dalam duplik," katanya.
Sementara terkait sidang Gus Nur, Apriyanto mengatakan ia sudah meminta pada pihak terdakwa untuk menghadirkan saksi fakta maupun bukti bahwa legalisir yang dihadirkan sebagai bukti palsu. Namun pihak terdakwa tidak bisa menghadirkannya.
"Kami yakin ijazah Jokowi asli, meskipun yang dihadirkan hanya fotokopi legalisir. Sebab kalau mau legalisir kan harus menunjukkan aslinya, baru sekolah mau legalisir. Itu aja normalnya. Kalau ada legalisir dari lembaga yang berwenang harus ada sesuai aslinya. Kami juga sudah menghadirkan kawan sekolah, guru dan kepala sekolah dengan membawa buku induk. Bagi kami alat bukti sudah cukup," jelasnya.