Home Hukum Wamen Eddy di Pusaran Duit Tambang, Pukat UGM: Siapa Mau Bayar Rp7 Miliar untuk Pengacara Tidak Terkenal

Wamen Eddy di Pusaran Duit Tambang, Pukat UGM: Siapa Mau Bayar Rp7 Miliar untuk Pengacara Tidak Terkenal

Yogyakarta, Gatra.com -  Kasus aliran dana Rp7 miliar dalam sengketa tambang nikel yang menyeret nama Wakil Menteri (Wamen) Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej harus disikapi serius oleh penegak hukum. Kasus itu meunjukkan tingginya konflik kepentingan pejabat publik.

Hal ini disampaikan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, kepada Gatra.com, Senin malam (27/3). “Sederhana saja, saya kira memang harus dibuat upaya untuk melihat secara hukum,” ujar Zainal.

Sebelumnya, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santosa melaporkan wakil menteri berinisial EOSH ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan aliran dana Rp7 miliar.

Baca juga: Keponakan Wamenkumham Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Pencemaran Nama Baik

Belakangan, seperti penjelasan Eddy, uang Rp7 miliar itu diterima anak buahnya dari pengusaha tambang sebagai jasa pengacara. Zainal pun meragukan pernyataan bahwa uang tersebut semata-mata hanya untuk jasa pengacara.

“Sederhana saja, siapa orang yang mau bayar Rp7 M kalau bukan yang diharapkan kewenangan yang dipunya oleh dia,” kata dia.

Baca juga: Bareskrim Proses Laporan Wamenkumham Terhadap Keponakannya Soal Pencemaran Nama Baik

Apalagi, imbuh Zainal, pengacara tersebut bukan sosok advokat ternama dengan rekam jejak mumpuni di bidang hukum. “Ada enggak orang gila yang tiba-tiba mau bayar Rp7 M untuk pengacara yang nothing, maaf ya, tidak terkenal, bukan public figure. Kalau anda bayar Rp7 M untuk Todung Mulya Lubis itu masuk akal,” tuturnya.

Dengan begitu, menjadi wajar jika publik menduga uang itu bukan sekadar untuk jasa kuasa hukum. “Someone (seseorang) yang didorong pejabat publik ini pasti orang curiga, ini yang mau dibeli bukan jasa pengacaranya, tapi yang mau dibeli kewenangannya,” kata Zainal.

Pakar hukum tata negara ini menyebut kasus sengketa tambang yang menyeret Eddy ini menunjukkan besarnya konflik kepentingan. “Tinggi sekali (konflik kepentingannya). Dia (Eddy) harus klarifikasi dan jelaskan,” ujar Zainal.

Baca juga: Polri Akan Panggil Wamenkumham Atas Laporan Asprinya Terhadap IPW

Sebagai pejabat publik, Eddy harus menunjukkan komitmen antikorupsi. Apalagi, ia juga pernah berada di Pukat UGM. Saat Zainal menjabat sebagai Direktur Pukat UGM, pada 2008 Eddy meninggalkan lembaga itu.

“Kita berhentikan karena dia mau jadi saksi ahli kasus korupsi. Padahal kesepakatan kita enggak boleh. Kalau mau, A1nda (Eddy) harus keluar dari Pukat,” kata Zainal.

Zainal mendorong kasus ini dituntaskan secara hukum. Di sisi lain, ada sisi etika yang semestinya dipegang oleh Guru Besar Bidang Hukum Pidana UGM itu.

“Kalau proses etiknya, mau mundur atau tidak itu urusan dia. Tapi kalau urusan hukumnya, aparat penegak hukumnya bisa menyelesaikan atau tidak, itu persoalan. Silakan tanya ke mereka, serius atau tidak,” kata Zainal.

823