Jakarta, Gatra.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak pihak terkait untuk menyediakan ruangan tahanan atau sel yang layak sesuai standar HAM untuk aktivis Budiawan Alias Budi Pego.
Komisoner Pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan, dalam pernyataan siakap Komnas HAM dilansir dari laman Komnas HAM pada Senin (27/3), juga mendesak pihak terkait menjamin hak-hak Budi Pego lainnya, yakni menemui dan menerima serta memberikan akses terhadap kuasa hukum, keluarga, hak kesehatan, dan makanan.
Selain itu, Komnas HAM juga mendesak jika terpidana Budi Pego mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), maka harus diproses secara independen, imparsial, transparan, dan adil sesuai dengan prinsip-prinsip HAM.
Baca Juga: Budi Pego Tak Paham Ketika Dituduh Sebagai Komunis
Sikap Komnas HAM selanjutnya atas eksekusi terhadap Budi Pego, yakni meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan amnesti kepada aktivis yang menolak Tambang Emas Tumpang Pitu tersbeut.
“Meminta Menteri Lingkungan Hidup untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Tentang Perlindungan Terhadap Pembela HAM di Bidang Lingkungan Hidup,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Hari, Komnas HAM meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim), Kepolisian Resort Banyuwangi, serta PT Merdeka Copper Gold bersama anak perusahaannya yaitu PT BSI dan PT DSI untuk mematuhi rekomendasi Komnas HAM.
“Rekomendasi Komnas HAM nomor 0.961/R-PMT/VI/2020 tertanggal 10 Juni 2020 untuk mengedepankan prinsip-prinsip Bisnis dan Hak Asasi Manusia,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Komnas HAM mengeluarkan pernyataan sikap setelah menerima pengaduan dari masyarakat bahwa Heri Budiawan alias Budi Pego, pembela HAM, ditangkap pada Jumat, 24 Maret 2023 sekitar pukul 17.00 WIB.
Budi Pego kemudian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi. Penangkapan dan penahanan tersebut merupakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567 K/PidSus/2018 memvonis Budi Pego dengan menjatuhkan pidana 4 tahun.
Sejak 2015, Komnas HAM telah menerima pengaduan masyarakat yang menolak keberadaan tambang emas Gunung Tumpang Pitu di Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, yang dikelola oleh PT Bumi Suksesindo.
Hari menyampaikan, perusahaan tersebut merupakan salah satau anak perusahaan dari PT Merdeka Copper Gold Tbk., dengan Izin Usaha Pertambangan operasi produksi sejak tahun 2012. Namun keluarnya Izin operasi produksi ini menimbulkan penolakan warga di sekitar pertambangan.
Beroperasinya kegiatan industri pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu yang dilakukan oleh PT Merdeka Copper Gold Tbk dan anak perusahaannya, yaitu PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI) sejak 2012 mempunyai dampak sosial-ekologis dan dampak keselamatan ruang hidup rakyat di lima desa, yaitu Sumberagung, Pesanggaran, Sumbermulyo, Kandangan, dan Sarongan.
“Salah satu warga yang menolak adalah Heri Budiawan atau yang lebih dikenal Budi Pego. Budi Pego bersama puluhan warga Kecamatan Pesanggaran, kemudian melakukan aksi pemasangan spanduk penolakan tambang emas Tumpang Pitu pada tanggal 4 April 2017,” katanya.
Namun nahasnya, di tengah-tengah aksi pemasangan spanduk tersebut, ada spanduk sisipan berlogo Palu Arit yang secara nyata spanduk itu tidak dibuat oleh warga. Padahal ketika warga membuat puluhan spanduk di awasi oleh Babinmas dan Babinkamtibmas Kecamatan Pesanggaran.
Budi Pego kemudian didakwa dan diadili melanggar ketentuan Pasal 107a KUHP berkaitan dengan hubungannya dengan aksi penolakan tambang emas Gunung Tumpang Pitu pada 4 April 2017, yakni dianggap mengajarkan ajaran Marksisme, Komunisme, dan Leninisme.
Budi Pego sendiri tidak memahami apa itu Marxisme, Komunisme, dan Leninisme. Bahkan fakta di persidangan, spanduk tersebut tidak dibuat oleh warga dan barang buktinya hilang. Budi Pego adalah mantan pekerja migran Indonesia di Arab Saudi yang juga taat beribadah dan anggota Perguruan Pencak Silat Pagar Nusa yang merupakan Perguruan Silat di bawah Nahdlatul Ulama (NU).
Pengadilan Negeri Banyuwangi kemudian menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada Budi Pego pada 2017. Jaksa dan Tim Kuasa Hukum mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Putusan Pengadilan Tinggi Jatim memperkuat putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi, yaitu vonis 10 bulan penjara.
Jaksa dan penasihat hukum mengajukan Kasasi. Pada 16 Oktober 2018, Majelis Hakim Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567 K/Pid.Sus/2018 memvonis Budi Pego dengan menjatuhkan pidana 4 tahun.
Hari menjelaskan, berdasarkan ketentuan dalam Deklarasi Pembela HAM, hak-hak dari Budi Pego sebagai pembela HAM dijamin dan telah dikenal di dalam sistem hukum nasional Indonesia.
Pasal 1 dari Deklarasi Pembela HAM berbunyi: “Setiap orang mempunyai hak, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan yang lain, untuk memajukan dan memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan kebebasan dasar di tingkat nasional dan international.”
Terlebih lagi, lanjut Hari, jaminan konstitusional atas kategori hak yang dimiliki pembela HAM tersebut kembali ditegaskan dalam instrumen pokok hak asasi manusia di lingkup nasional, yakni UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Telah secara khusus dan eksplisit disebutkan berbagai hak pembela HAM yang wajib dihormati, dilindungi, dan dijamin pelaksanaannya,” kata dia.
Dalam ketentuan lain, Pasal 100 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mempertegas tentang hak partisipasi Budi Pego sebagai Pembela HAM yang berbunyi “Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia”.
Baca Juga: Pakar Hukum: Putusan Kasus Budi Pego Serampangan
Selain itu, dalam Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Komnas HAM telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Perlindungan Pembela HAM melalui peraturan Komnas HAM Nomor 4 Tahun 2021. Dalam angka 46 memberikan perlindungan terhadap para Pembela HAM di sektor lingkungan hidup.
“Komnas HAM menyesalkan tindakan eksekusi yang dilakukan terhadap Budi Pego pada Jumat, 24 Maret 2023 sekitar pukul 17.00 WIB,” ujarnya.