Jakarta, Gatra.com - Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh mengecam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 yang mengizinkan pengusaha memotong gaji pekerja industri padat karya berorientasi ekspor sebesar 25 persen. Bahkan, Organisasi Serikat Buruh mengancam akan memenjarakan pengusaha yang nekat memotong gaji pekerja.
"Kita akan menunggu akhir bulan ini tanggal 30 Maret sampai 5 April 2023. Kami akan periksa bilamana ada perusahaan padat karya saat gajian memotong gaji buruhnya 25 persen kami laporkan polisi dan dipenjarakan," ujar Ketua Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (25/3).
Said Iqbal menjelaskan bahwa memenjarakan pengusaha karena memotong upah karyawan hingga di bawah Upah Minimum (UM) sesuai dengan aturan yang ada di Omnibus Law Cipta Kerja. Karena itu, para buruh menilai tindakan Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Permenaker Nomor 5 tahun 2023 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang baru disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Karena Permenaker lebih rendah dari UU, UU nya jelas, kami akan penjarakan perusahaan terusebut satu tahun (yang memotong upah)," sebut Said Iqbal.
Adapun sebagai sikap keras menolak aturan pemotongan upah pekerja sebesar 25 persen, Organisasi Serikat Buruh juga mengaku telah menginstruksikan para pekerja untuk melakukan aksi mogok kerja bilamana mengalami pemotongan gaji oleh perusahaan. Ia pun menegaskan bahwa dalam waktu dekat buruh juga akan menggugat Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta
"Tanggal 2 April 2023, Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh akan memasukkan gugatan ke PTUN Jakarta, dan pekan depannya tanggal 9 April 2023 kami akan lakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Sebagai informasi, Pemerintah resmi menetapkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 untuk industri padat karya berorientasi ekspor. Dalam beleid itu, perusahaan diperbolehkan memotong jam kerja dan upah pekerja.
Adapun kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang boleh menerapkan kebijakan tersebut antara lain memiliki pekerja/buruh paling sedikit 200 orang; persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen; serta bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa.
Sedangkan cakupan perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor adalah industri tekstil dan pakaian jadi; industri alas kaki; industri kulit dan barang kulit; industri furnitur; dan industri mainan anak.
Kemenaker mengizinkan perusahaan industri padat karya dengan kriteria tersebut melakukan penyesuaian waktu kerja, yakni waktu kerja dapat kurang dari 7 jam perhari dan 40 jam perminggu untuk waktu kerja 6 hari kerja dalam seminggu. Sedangkan untuk waktu kerja 5 hari dalam seminggu, maka waktu kerja dapat kurang dari 8 jam perhari dan 40 jam perminggu.
Adapun terkait penyesuaian upah, Kemnaker menetapkan upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75 persen dari Upah yang biasa diterima. Artinya perusahaan dapat memotong 25 persen upah pekerjanya. Penyesuaian upah tersebut berlaku selama 6 bulan sejak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 berlaku. Kemnaker mengklaim kebijakan tersebut harus dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengusaha dan pekerja/buruh.