Jakarta, Gatra.com - Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini mengaku tidak memahami persoalan dugaan korupsi dana Bantuan Sosial Beras (BSB) di instansinya. Bahkan, sejauh ini, ia juga belum terlibat dalam proses hukum kasus itu.
Risma hanya baru menindaklanjuti laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait hasil pemeriksaan pada periode 2004-2022 saja. Belum ada proses lain yang ditujukan padanya hingga saat ini.
Ia menyebut, kejadian itu terjadi sebelum ia dilantik untuk mengisi jabatan Mensos. Mantan Walikota Surabaya ini juga mengaku kesulitan untuk mencari informasi di internal Kemensos.
"Tidak ada yang bisa menjawab karena para pejabatnya sudah pada ganti. Saya tidak tahu persis kejadiannya seperti apa. Tapi saya minta Pak Sekjen buat kronologisnya," kata Risma dalam jumpa pers di Kantor Kemensos RI, Jakarta, Senin (20/3).
Pemeriksaan internal sempat dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kemensos sekitar awal September 2020. Sedangkan, program BSB berlangsung sampai 30 September 2020. Hal ini disebutkan Risma berdasarkan kronologi yang ia dapatkan.
"Saya dilantik tanggal 23 Desember 2020. Jadi tiga bulan setelah itu baru saya dilantik. Jadi kejadiannya seperti itu. Kan saya tidak tahu, jadi saya tidak bisa komentar," ucapnya.
Terkait hasil pemeriksaan internal yang dilakukan 2020 lalu, Risma mengaku tidak bisa menyatakan mana yang benar atau salah karena ia tidak menyaksikan proses itu. Namun, berdasarkan laporan yang ia terima, Inspektorat Jenderal Kemensos telah memeriksa masing-masing individu untuk kasus dugaan korupsi ini.
"Saya juga senang bantuan dalam bentuk uang tidak perlu melakukan pengadaaan siapa-siapa begitu. Sesuai arahan Bapak Presiden dalam bentuk uang. Ya sudah dan saya juga lebih senang," kata Risma dikutip dalam rilis resmi Kemensos, Rabu (22/3).
Selain menyebutkan adanya perubahan skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dulunya berbentuk barang, menjadi uang, Risma juga menanggapi persoalan biaya pasien gagal ginjal. Kemensos disebutkan tidak memiliki anggaran untuk membiayai hal itu.
"Cuci darah kan tidak bisa sekali, harus berkali-kali. Anggarannya dari mana? Kami saja kalau harus menangani kasus seperti itu, harus minta bantuan ke kitabisa dan benih baik. Kami ndak ada uangnya untuk terus-menerus itu makanya sudah mengadu ke Pak Menko PMK," jelasnya.