Home Internasional Pengamat: Belajar dari Libya, Indonesia Waspada Keterlibatan Asing

Pengamat: Belajar dari Libya, Indonesia Waspada Keterlibatan Asing

Jakarta, Gatra.com - Geopolitik luar negeri menjadi cerminan kondisi dan proyeksi Indonesia dalam bernegara, terutama di kancah internasional. Sejumlah kalangan menilai kondisi di Timur Tengah yang dinilai punya kemiripan dengan Tanah Air.

Dalam acara Paramadina Democracy Forum (PDF) Seri ke-9, pengamat politik dan hubungan internasional Dina Sulaiman mencontohkan negara Libya sebagai perbandingan. Sebelum adanya penggulingan rezim, saat itu ada keinginan masyarakat untuk melakukan reformasi dan menjunjung demokrasi.

"Libya yang tadinya negara paling makmur di Afrika, dengan pelayanan kepada masyarakatnya yang sangat baik, berbagai subsidi, sekolah gratis, listrik gratis, BBM sangat murah. Tapi, kemudian dimanfaatkan oleh NATO untuk agenda penggulingan rezim," tutur Dina di Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa (21/3).

Menurutnya, geopolitik Bung Karno sebenarnya cocok menjadi dasar dari kebijakan luar negeri Indonesia, yakni anti imperialisme dan anti kolonialisme.

Hal itu disampaikan Dina mengingat pentingnya geopolitik yang disusun Bung Karno untuk bangsa Indonesia. Kebijakan luar negeri saat Indonesia merdeka adalah anti imperialisme dan anti kolonialisme. Hal tersebut penting mengingat adanya kepentingan bangsa lain di balik keterpurukan Libya.

"Negara semakmur itu sekarang jadi hancur, bahkan ada agenda penggulingan rezim yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Kenapa? Karena ada sumber daya alam yang dipertaruhkan di situ, ingin dikuasai di situ," ucap Dina.

Dina menyebutkan, sebelum dilengserkan, Khadaffi pernah berupaya membentuk persatuan Afrika, sekaligus menciptakan mata uang baru khusus Afrika. Hal ini dinilai unik karena belakangan ini upaya untuk mengurangi pemakaian dolar Amerika juga semakin menurun, terutama setelah perang Rusia-Ukraina.

Menurutnya, Indonesia diminta untuk lebih berhati-hati. Terutama dalam urusan keterlibatan asing pada urusan dalam negeri.

181