Jakarta, Gatra.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa laporan analisisnya terkait dengan transaksi janggal senilai lebih dari Rp300 triliun atau Rp349 triliun berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal itu disampaikannya berdasarkan hasil analisis pihaknya.
"Ada pencucian uang, kami tidak pernah satu kalipun menyatakan tidak ada pencucian uang. Tadi dinyatakan tidak ada pencucian uang, saya juga nggak tahu itu statement dari siapa," kata Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan PPATK, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3).
Namun demikian, Ivan membantah bahwa transaksi ratusan triliun itu mengindikasikan adanya kejahatan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Ia mengatakan, dalam kasus itu, Kemenkeu memiliki posisi sebagai penyidik tindak pidana asal. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Disebutkan di situ, penyidik tindak pidana asal adalah penyidik TPPU, dan di penjelasan dikatakan bahwa Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak menjadi penyidik tindak pidana asal," kata Ivan.
Kepala PPATK itu menegaskan, transaksi ratusan triliun itu tak melulu berkaitan dengan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh Kemenkeu. Melainkan, pula dalam lingkup tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal tadi.
"Itu kebanyakan terkait dengan kasus ekspor-impor, kasus perpajakan. Di dalam satu kasus saja, kalau kita bicara ekspor impor, itu bisa ada lebih dari 100 triliun, 40 triliun," katanya dalam kesempatan itu.
Ivan pun mengatakan bahwa ada 3 saluran laporan hasil analisis (LHA) PPATK. Ketiganya yakni laporan hasil analisis terkait oknum, analisis terkait oknum dan tugas pokok dan fungsi, serta laporan analisis di mana PPATK tidak menemukan oknum dan hanya menemukan tindak pidana asalnya.