Jakarta, Gatra.com - Beberapa problematika mendasar seputar satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) diprediksi akan terus terjadi menjelang akhir tahun 2023. Managing Director of Paramadina Public Policy Institute Ahmad Khoirul Umam menyebutkan, masalah yang ada mau tidak mau bertahan karena adanya gejolak politik.
Misalnya, dalam konteks pertahanan untuk menegakkan kedaulatan maritim Indonesia. Umam mengatakan, seharusnya pemerintah dan TNI harus memberikan perhatian lebih besar, bukan hanya teritorial atau soal perbatasan.
"Problemnya kan ini lintas matra, digilir. Kebetulan ini kan gilirannya Angkatan Laut, tapi di saat yang sama, diakui atau tidak, ada kalkulasi politik. Bahwa berakhirnya nanti di ujung 2023 akan digantikan kembali oleh Angkatan Darat," tutur Umam setelah menghadiri acara diskusi yang diadakan oleh Universitas Paramadina dan Unpacking Indonesia di Jakarta, Selasa (21/3).
Pakar kebijakan publik ini beranggapan, posisi TNI sudah dikalkulasi sendiri untuk pemenangan sejumlah pihak di tahun 2024. Namun, Umam tidak menyebutkan nama-nama yang berpotensi sudah melakukan kalkukasi kekuatan teritorial ini.
"Memang betul TNI harus netral, tetapi besar kemungkinan ada kekuatan-kekuatan politik yang kemudian mencoba untuk ikut bermain, bagaimana kemudian penempatan-penempatan strategis itu berpotensi untuk menjadi alat untuk memenangkan satu dua pihak tertentu," ucap Umam.
Meski berspekulasi tentang adanya kalkulasi teknis penempatan militer di posisi strategis menjelang Pemilu 2024, Umang mengaku tidak mau beranggapan lebih lanjut. Namun, ia tetap menegaskan perlunya TNI yang netral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Tapi, ini pesan saya, reformasi TNI harus dijaga. Maka, netralitas TNI menjadi garda terdepan. Kalau nanti TNI menjadi alat instrumen kekuasaan, apa bedanya TNI dengan partai politik?" ucap Umam lagi.