Jakarta, Gatra.com - Aliansi Serikat Buruh Indonesia sesalkan keputusan pemerintah dalam membatasi kegiatan ekspor-impor di Indonesia. Tahun 2021 lalu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas ke Indonesia.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Namun, alih-alih untuk melindungi pasar dalam negeri, Aliansi Serikat Buruh Indonesia menilai peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah hanya untuk meminimalisir persaingan para pelaku usaha tekstil, khususnya jual-beli pakaian bekas atau thrifting ini.
Perwakilan dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia, Emelia Yanti Siahaan beranggapan bahwa peraturan pembatasan ekspor-impor ini justru membatasi Indonesia, terutama bagi pelaku usaha industri. Menurutnya, industri di Indonesia sangat bergantunh terhadap pasar luar negeri, baik impor bahan baku maupun ekspor bahan jadi.
"Maka, karena Indonesia industrinya sangat bergantung terhadap pasar luar negeri, terhadap impor bahan baku, maka pasti akan selalu mengalami dampak dari krisis global yang terjadi. Tidak akan ada kemandirian di dalam industri Indonesia maka buruh itu akan menjadi korban, sasaran utama ketika terjadi yang namanya krisis," ujar Emelia.
Emelia juga menyinggung bahwa ini bukan kebijakan pertama dari pemerintah, terutama Kementerian Tenaga Kerja RI terkait aturan yang merugikan buruh. Sebelumnya, Kementerian Tenaga Kerja RI telah mengeluarkan Kepmen No. 104 Tahun 2021 terkait pedoman hubungan industrial yang baru di masa pandemi.
"Agustus 2021 Ida Fauziah (Menteri Tenaga Kerja RI) juga mengeluarkan Kepmen 104 2021, itu terkait pedoman hubungan industrial yang baru di masa pandemi. Itu juga sama, memperbolehkan perusahaan melakukan pemotongan upah, memperkenalkan sistem no work no pay. Itu apa namanya kalau bukan peraturan yang melegalisasi pemiskinan terhadap buruh," ungkapnya.
"Jadi, kaitannya tadi dengan bagaimana dengan kebijakan tentang impor barang tekstil, saya nggak melihat bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan untuk melindungi produk tekstil Indonesia. Tapi, karena memang ada persaingan antara para (pelaku) industri tersebut. Jadi, bukan untuk itu (melindungi pasar dalam negeri)," tutup Emelia.