Home Kesehatan Soal RUU Kesehatan, CISDI Soroti Intergrasi Layanan Primer Puskesmas dengan Klinik Swasta

Soal RUU Kesehatan, CISDI Soroti Intergrasi Layanan Primer Puskesmas dengan Klinik Swasta

Jakarta, Gatra.com - Center for Indonesia's Strategic Developoment Initiative (CISDI) menemukan sejumlah pasal-pasal yang masih berpotensi menimbulkan masalah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang pembahasannya dilakukan dengan pendekatan Omnibus law.

Hal itu disampaikan Founder dan CEO CISDI Diah Satyani Saminarsih dalam Konferensi Pers bertajuk RUU Kesehatan Menguntungkan Siapa?. 

"CISDI memberikan catatan bahwa DPR dan Pemerintah agar tidak tergesa-gesa mengesahkan RUU tersebut," ujar Diah dalam konferensi pers secara virtual, Senin (20/3).

Baca juga: Lima usulan tentang Wabah pada draft Omnibuslaw RUU Kesehatan, Simak Berikut Ini!

Salah satu yang disoroti oleh CISDI dalam RUU Kesehatan yaitu terkait integrasi layanan kesehatan primer. Dalam rancangan beleid itu pada pasal 165, pemerintah dan DPR masih memaknai bahwa integrasi layanan primer terbatas pada penguatan fasilitas kesehatan (faskes) milik pemerintah yaitu puskesmas dan jejaringnya.

"Padahal integrasi layanan kesehatan bukan hanya soal integrasi di tingkat primer terbatas pada puskesmas, tetapi juga kepada integrasi layanan kesehatan antara milik pemerintah dan faskes swasta," jelas Diah.

Adapun data yang menjadi dasar CISDI menyoroti pasal bermasalah itu adalah hasil Riset Kesehatan tahun 2019 menunjukkan bahwa 49% penduduk Indonesia masih bergantung pada faskes swasta seperti klinik. Terutama, kata Diah,  hal itu banyak terjadi di wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti di perkotaan.

"Jadi kalau pemerintah hanya berfokus pada layanan faskes publik atau milik pemerintah saja itu sebenarnya hanya mengcover 51% dari keseluruhan populasi," beber Diah.

Baca juga: Kemenkes Tampung Aspirasi Publik dalam RUU Kesehatan, Ini Laman Khususnya

Di sisi lain, Diah mengatakan bahwa pada pasal 15 ayat 2 dan 3 RUU kesehatan, CISDI menilai belum adanya definisi layanan kesehatan primer yang komprehensif. Musababnya, bahwa pasal-pasal tersebut belum mendefinisikan dengan jelas upaya rehabilitatif yang bersifat opsional dan tidak dicantumkannya upaya paliatif.

"Idealnya, walaupun ini di tingkat kesehatan primer (faskes) pertama, upaya mulai dari promotif, preventif, paliatif termasuk di dalamnya kuratif dan rehabilitatif harus tercermin dengan jelas," imbuh Diah.

Sebagai informasi, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok Rancangan Undang-undang Kesehatan (RUU Kesehatan) atau yang disebut dengan Omnibus Law Sektor Kesehatan. RUU Kesehatan ini ditetapkan sebagai RUU Prioritas Inisiatif DPR dan sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 7 Maret 2023 lalu.

Dalam draf yang ada, RUU Kesehatan terdiri dari 20 Bab dan 478 pasal itu telah mencabut sembilan undang-undang dan mengubah empat undang-undang yang ada sebelumnya. RUU Omnibus Law Kesehatan ini sejatinya dibentuk untuk memperbarui UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan sejumlah UU lainnya terkait kesehatan.

287