Medan, Gatra.com - Lelaki 50 tahun itu tegas-tegasan bilang begini; siapapun yang mengganggu sawit, sama saja dengan berusaha menurunkan Bendera Merah Putih.
"Dan kami 17 juta petani sawit dan pekerja sawit ada di sana sebagai 'tentara dan brimob' nya. Hidup kami di sawit, masa depan kami di sawit dan keluarga kami ditopang oleh ekonomi sawit. Jangan coba-coba mengganggu sumber kehidupan kami," tegas suara lelaki ini.
Sebenarnya, omongan itu tidak spontan terlontar dari mulut Gulat Medali Emas Manurung, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) itu.
Bahwa sampai sekarang teramat banyak pihak yang berusaha menjelek-jelekkan kelapa sawit, baik dari dalam maupun luar negeri, lah yang membikin ayah dua anak ini mengatakan begitu.
Ngototnya Uni Eropa mewajibkan sertifikasi European Union Due Diligence Regulation (EUDDR) terhadap sawit, hingga yang terbaru, penolakan PepsiCo atas minyak sawit produksi PT. Astra Agro Lestari Ltd gara-gara laporan sepihak salah satu Non Government Organization (NGO) terkait hak azazi manusia, menjadi bagian dari pemicu omongan itu terlontar.
"Sawit adalah kita, siapa yang mengganggu sawit, sama saja mengganggu NKRI," berapi-api doktor agro-ekosistem ini menyampaikan itu saat didapuk berbicara di Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Dewan Pimpinan Wilayah Apkasindo Sumatera Utara (Sumut), di kawasan jalan Sisingamangaraja, Medan, jelang siang tadi.
Tak berlebihan Gulat mengatakan seperti itu. Sebab sampai saat ini, dari 16,38 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia, 42 persen adalah milik petani.
Komoditi ini, tak hanya menjadi tumpuan lebih dari 30 juta jiwa rakyat Indonesia, tapi juga telah menggelontorkan devisa ke pundi-pundi negara sekitar USD35 miliar atau lebih dari Rp500 triliun.
Belum lagi gara-gara penggunaan minyak sawit jadi biodiesel, negara mampu menghemat devisa impor sekitar Rp267 triliun.
"Asal tahu saja, ini hasil penelitian orang Amerika lho, namanya Robert Henson. Dia mengatakan bahwa satu hektar kebun kelapa sawit bisa menyerap 64,5 ton karbon dioksida dan menghasilkan 18,7 ton oksigen," Gulat mengurai.
Sawit juga kata lelaki yang sudah hampir 40 tahun bergelut dengan sawit ini merinci bahwa produktifitas per hektar kebun sawit itu mencapai 4-6 ton minyak.
Sementara Rapeseed hanya 0,7 ton, Sunflower 0,52 ton, dan Soybean 0,45 ton. "Jadi, sawit itu juga menjadi tanaman yang paling hemat lahan. Kalau sudah menjadi yang paling mampu menghemat lahan, berarti sawit tidak hanya menyelamatkan alam Indonesia, tapi juga dunia," ujar lelaki ini kepada Gatra.com.
Ada yang unik dalam acara bertajuk Peningkatan Kapasitas dan Penguatan Kelembagaan Koperasi Petani Kelapa Sawit Sumut itu.
Selain dihadiri oleh pengurus DPD Apkasindo se-Provinsi Sumut, petani sawit dari asosiasi petani Sawitku Masa Depanku (SAMADE), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspek-Pir) dan ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia cabang Sumut, Alex Maha, juga ada di sana.
"Ini acara petani kelapa sawit, bukan hanya Apkasindo," Ketua DPW Apkasindo Sumut, Gus Dalhari Harahap menekankan.
Lalu ada pula saweran pada tor-tor di acara yang dikomandani oleh Sekretaris DPW Apkasindo Sumut, Arif Rivai itu.
Sambil menirukan liuk para penortor, Gulat, Gus, Alex, Koordinator Kelapa Sawit Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian, Mula Putera, Kadis Pertanian Labuhan Batu Utara (Labura), Sudarija yang hadir secara offline, menyawer para penari itu.
Puncaknya, Alex pun sepakat dengan apa yang dibilang Gulat bahwa siapapun yang mengganggu sawit, sama saja mengganggu NKRI.
Abdul Aziz