Jakarta, Gatra.com - Beralas sandal jepit sambil menenteng helm proyek berwarna kuning, Bambang Susilo keluar dari ruang audiensi di Kementerian BUMN. Ketua Persatuan Korban Istaka Karya (Perkobik) itu nampak sopan membungkukan badan sambil mengucapkan terima kasih kepada perwakilan dari Kementerian BUMN. Meskipun hasil audiensi belum menemukan titik terang.
Bambang adalah perwakilan dari ratusan massa aksi unjuk rasa korban kepailitan Istaka Karya di depan Kantor Kementerian BUMN pada Rabu (15/3) lalu. Audiensi tidak diterima langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir, membuat kepastian kapan utang Istaka Karya kepada para kreditur bisa dibayarkan masih abu-abu.
"Sebenarnya kami sudah melakukan korespondensi terhadap Menteri Erick Thohir, ternyata tidak ada tanggapan sama sekali," ujar Bambang kepada Gatra.com.
Bambang menjelaskan bahwa massa aksi unjuk rasa merupakan perwakilan dari sekitar 600 perusahaan supplier dan subkontrak Istaka Karya yang belum menerima pembayaran dari perusahaan pelat merah yang dinyatakan pailit sejak 15 Juli 2022. Bahkan, Bambang menyebut para kreditur telah menunggu hak mereka dibayarkan selama 12 tahun.
"Dari Aceh sampai Papua juga ada, datang ke sini untuk aksi menuntut hak mereka," ucapnya.
Sejumlah proyek Istaka Karya yang dikerjakan oleh para pekerja subkontrak bahkan sudah selesai dan beroperasi sejak lama. Di antaranya seperti Tol Sedyatmo tahun 2008, tol Ungaran tahun 2010, dan Underpass Kentungan di Yogyakarta yang mulai beroperasi sejak 2020.
Padahal, menurut Bambang para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek IstakaKarya adalah pengusaha swasta, dimana modal yang mereka gunakan di awal berasal dari pinjaman bank.
"Proyeknya sudah selesai dan dipakai masyarakat. Nah dari pekerjaan yang sudah kita selesaikan itu harusnya ada payment yang dibayarkan pihak Istaka ke kita (kreditur), ternyata ini tidak dibayarkan," tuturnya.
Adapun total utang Istaka Karya kepada kreditur, kata Bambang mencapai sekitar Rp1,1 triliun. Bambang sendiri adalah penyandang disabilitas, merupakan supplier pasir dan batu di proyek Istaka Karya. Meski tubuh tak sempurna, pekerjaannya di sektor infrastruktur dan pertambangan itu pun menjadi sumber utama hidupnya.
Bambang bersama dengan para kreditur yang belum menerima haknya ini menuding bahwa pailitnya Istaka Karya hanya akal-akalan pemerintah dalam hal ini BUMN untuk menghindari kewajiban membayar utang. Bagi Bambang dan ratusan penuntut Istaka Karya ini utang tetap utang, sampai kapanpun harus dilunasi. Adapun selanjutnya, kata Bambang para kreditur tak segan-segan untuk melakukan aksi blokir jalan tol hasil pekerjaan para subkontrak Istaka Karya yang belum dibayar."Kita bukannya menolak sebuah BUMN (perusahaan) itu dipailitkan. Tapi skenario pailit ini sangat pelik. Pailit ini hanya akal-akalan saja biar enggak bayar utang," jelasnya.
Ihwal upaya menempuh jalur hukum, Bambang mengatakan para korban Istaka Karya tidak lagi mempercayai hukum di negeri ini. Selain itu, menuntut Istaka Karya melalui jalur hukum pun, kata dia membutuhkan modal yang tidak sedikit.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan Perjanjian Perdamaian (homologasi) oleh PT Riau Anambas Samudra pada 12 Juli 2022 lalu. Pembatalan itu dilakukan setelah Istaka Karya tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar utang yang jatuh tempo pada akhir 2021 sesuai Putusan Perdamaian Nomor 23/PKPU/2012/PN Niaga Jakarta Pusat tanggal 22 Januari 2013.
Bambang dan para korban Istaka Karya pun menduga bahwa PT Anambas Riau Samudera selaku penggugat pembatalan homologasi sehingga berujung pada kepailitan Istaka Karya adalah perbuatan melawan hukum. Pasalnya, Bambang menuding bahwa keterangan PT Anambas Riau Samudera dalam persidangan tidak benar.
Di sisi lain, PT Anambas Riau Samudera saat itu masih sebagai pemegang saham. Sementara, kata Bambang Undang-undang Kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) mensyaratkan yang bisa mengajukan atau menuntut pembatalan homologasi adalah kreditur, bukan pemegang saham.
"Pailitnya Istaka Karya ini skenario yang tidak fair (adil) dalam rangka menyuntik mati Istaka Karya yang sesungguhnya merugi akibat kebobrokan manajemen dan pengelolaan direksi di BUMN. Presiden Jokowi harus tahu soal ini," imbuh Bambang.
Sementata itu, saat dikonfirmasi pada kesempatan berbeda, Staf Khusus III Menteri BUMN, Arya Sinulingga enggan banyak berkomentar ihwal tuntutan korban Istaka Karya tersebut. Ia mempercayakan sepenuhnya putusan Majelis Hakim terhadap status Istaka Karya tersebut.
"Istaka Karya sudah masuk PKPU, jadi semua keputusan ditetapkan pengadilan," ujar Arya saat dihubungi Gatra.com, Kamis (16/3).