Jakarta, Gatra.com - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI lakukan pertemuan terbatas dengan Direktur PT BIBU Panji Sakti dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam membahas kelanjutan pembangunan bandara di kawasan Bali Utara. Sebelumnya, rencana ini sudah diinisiasi sejak tahun 2016 lalu. Penentuan lokasi untuk bandara tersebut pun sudah dilakukan dan berada di pesisir Pantai Kubu Tambahan. Namun, rencana pembangunan ini masih terkendala oleh izin dari Kemenhub selaku pemangku teratas dalam pengadaan proyek pembangunan RI.
Direktur PT BIBU Panji Sakti, Erwanto Sad Adiatmoko Hariwibowo menyebut bahwa pemilihan pesisir pantai sebagai lokasi bandara karena berbagai faktor. Salah satunya, landasan yang diperkirakan akan dibangun sepanjang 3.600 meter jika dilakukan di darat dapat menggusur tempat suci atau situs bersejarah di sana. Oleh karena itu, pembangunan bandara di pesisir pantai dinilai dapat menjadi pilihan tepat.
"(Tahun) 2017 sesuai dengan aturan pemerintah, kita mendapatkan rekomendasi dari bupati dan gubernur yang kebetulan saat itu adalah Bapak Made Mangku Pastika. Kemudian, kami paparkan (proyek bandara di Bali Utara) dan rapatkan dengan Kementerian Perhubungan, kita diskusi, kami menyerahkan hasil studi (terkait pembangunan bandara di Bali Utara), 2017, 2018, berproses pak. Sampai kami beberapa kali bertemu dengan Pak Menteri dan Pak Dirjen (Kemenhub). Kita coba fokus dengan pemilihan (pembangunan) di laut," ungkap Erwanto.
Ia juga menyebut bahwa hasil studi dengan pihak ketiga, yakni peneliti dari UGM menunjukkan pesisir Pantai Kubu Tambahan. Menariknya, dana investasi untuk pembangunan bandar udara ini bukan berasal dari APBN, melainkan 100 % dari investasi pihak asing. Ia menambahkan, urgensi pembangunan proyek bandar udara ini diproyeksikan dapat mengangkat perekonomian warga Bali Utara karena pergerakan ekonomi masih berpusat di daerah Bali Selatan.
Sepakat dengan PT BIBU Panji Sakti, mantan Gubernur Bali sekaligus anggota DPD RI Dapil Bali, I Made Mangku Pastika merasa pembangunan bandar udara di Bali Utara penting untuk dilakukan.
"Saya kira saya tidak perlu menambahkan lagi apa perlunya airport itu di utara (Bali). Terutama sekali kalau Bali, misalnya, ditargetkan 10 juta wisatawan mancanegara, (bandara) Ngurah Rai pasti tidak sanggup. Oleh karena itu, banyak sekali kalau mau dicari alasan-alasan (pentingnya pembangunan bandar udara). Dan semua persyaratan yang diperlukan untuk itu, sudah dilakukan oleh BIBU, setahu saya. Persoalannya sekarang cuma satu, di kementerian (perhubungan) saja. Saya juga tidak tahu kenapa, koo sampai hari ini tidak ada kejelasan (terkait pembangunan bandar udara)," kata Made.
Sementara itu, Ketua DPD RI, AA Lanyalla Mahmud Mattalitti mengatakan bahwa bandara memiliki peranan yang cukup penting bagi peningkatan pendapatan suatu daerah. Oleh sebab itu, karena masalah pembangunan bandara di Bali Utara ini masih mengganjal, pihak DPD akan menjadi jembatan untuk kedua pihak, baik PT BIBU Panji Sakti dan Kemenhub untuk mengkomunikasikan masalah ini.
"Pada awalnya, kami (DPD) hanya mau mendengarkan pemaparan aspirasi dari PT BIBU Panji Sakti tersebut. Namun, karena persoalan pembangunan bandar udara ini cukup kompleks yang berkaitan dengan sistem kebandara-udaraan secara nasional, mulai dari perencanaan serta rencana tata ruang, kondisi alam dan geografi, keterpaduan intra dan antar moda transportasi, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya, sehingga kami juga mengundang dari Kementerian Perhubungan yang bisa memberikan masukan atas rencana pembangunan Bandara Bali Utara tersebut," tuturnya.
Menanggapi persoalan proyek bandara di Bali Utara ini, pihak Kemenhub memiliki alasan. Sekretaris Jenderal Kemenhub, Novie Riyanto Raharjo mengatakan bahwa proyek pembangunan bandar udara di Bali Utara terpaksa diundur karena adanya peraturan terbaru dari Permenko No. 9 Tahun 2022.
"Memang rencana pembangunan (bandara) di Bali Utara ini telah dituangkan di dalam rucet strategis nasional pada waktu itu. Jadi, di tahun 2020 ya, nomor 109. Kami (Kemenhub) terus berjalan dan mengevaluasi rencana pembangunannya, betul bahwa (pembangunannya) tidak akan menggunakan APBN. Jadi, nanti melalui mekanisme KPPU atau kerja sama pemerintah dan badan usaha. Kemudian, di dalam perjalanan, di 2022, ada ketimpangan dari pemerintah yang dituangkan di dalam Permenko No. 9 Tahun 2022 bahwa Bali Utara tidak masuk lagi dalam proyek strategis nasional. Rencana pembangunannya (bandar udara di Bali Utara) bukan dibatalkan, namun akan dimasukkan ke dalam periode (pemerintahan) berikutnya," jelas Novie.