Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyoroti keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menghentikan tahapan pemilihan umum (Pemilu) yang semula diagendakan untuk terlaksana pada 2024 mendatang. Menurut AHY, putusan pengadilan itu telah mengusik akal sehat dan rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia.
"Apa yang sedang terjadi di negeri kita ini? Apakah ini sebuah kebetulan belaka? Keputusan menunda Pemilu tersebut, hadir setelah isu tiga periode, perpanjangan masa jabatan presiden, hingga kontroversi sistem pemilu proporsional tertutup," kata AHY ketika menyampaikan pidatonya di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, pada Selasa (14/3).
AHY mengatakan, pihaknya telah mencermati nasihat yang diberikan oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menyebut bahwa bangsa Indonesia telah diuji dengan banyak godaan. Oleh karena itu, ia pun mengajak berbagai pihak untuk tidak bermain api dengan godaan-godaan itu.
"[Oleh] karena itu, jangan ada yang bermain api, terbakar nanti. Mari selamatkan konstitusi dan demokrasi. Mari dengarkan suara rakyat dengan segenap hati kita," ucap AHY dalam pidatonya.
AHY menegaskan, dalam agenda keliling nusantara yang ia jalani selama beberapa waktu terakhir, ia banyak menemui masyarakat di pelosok negeri. Menurut AHY, seluruh rakyat yang ia temui dalam agenda tersebut telah menyatakan menolak penundaan pemilu.
AHY pun mempertanyakan siapa sosok yang nantinya akan memimpin Indonesia apabila terjadi penundaan pelaksanaan Pemilu 2024. Pasalnya, sebagaimana diperintahkan konstitusi, pemerintahan saat ini akan mengakhiri masa tugas pada tanggal 20 Oktober 2024 mendatang.
"Apa iya ada Plt Presiden? Apa iya, akan ada ratusan Plt anggota DPR RI dan DPD RI, serta ribuan Plt anggota DPRD? Kalau di negara kita ada Plt Presiden, dan ribuan Plt wakil rakyat yang berkuasa, dan bekerja selama 2 hingga 3 tahun, betapa kacau dan chaos-nya situasi nasional kita," tegas AHY.
Ketua Umum Partai Demokrat itu menyatakan, dirinya khawatir dunia akan memandang Indonesia sebagai Banana Republic atau negara yang buruk, eksploitatif, dan korup. Pasalnya, apabila para pemimpin dan wakil rakyat menjabat tanpa melalui proses pemilu, maka itu artinya, semua pejabat negara telah menduduki kursi kekuasaan tanpa mandat rakyat.
"Tidak memiliki legitimasi yang kuat, sehingga kekuasaan yang dimiliki menjadi tidak sah, dan tidak halal," tegasnya.