Jakarta, Gatra.com- Peneliti dari Indonesian Health Economist Indonesia (InaHea), Mutia A Sayekti MHEcon menyebutkan, rendahnya literasi kesehatan adalah akar permasalahan dari munculnya banyak kasus malnutrisi. Masyarakat yang lebih percaya mitos, rendahnya literasi gizi, ditambah adanya kekeliruan tentang makanan yang menjadi prioritas menjadi penyebab terjadinya obesitas pada anak seperti kasus bayi obesitas di Bekasi.
“Ketidakpahaman ini kemudian dilakukan secara terus menerus tanpa konsultasi, tanpa mencari tahu, lalu ditambah dengan mungkin kondisi ekonomi yang kurang mendukung sehingga jangka panjangnya memunculkan obesitas pada anak,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/3).
Menurut dia tak bisa dipungkiri masih ada persepsi bahwa makanan sehat itu mahal. peneliti dari Indonesian Health Economist Indonesia (InaHea) ini menegaskan kalau persepsi tersebut keliru.
Baca juga: Dianggap Bukan Penyakit, Obesitas Ancam Komplikasi Penyakit
Ia lantas menyontohkan untuk level individu dengan uang Rp 20.000 sudah bisa mendapatkan makanan dengan komposisi gizi seimbang.
“Sudah bisa untuk membeli telur, sayuran hijau, nasi, tempe atau tahu, satu sachet susu, dan tentu ditambah asupan air putih. Artinya memang kalau sudah paham, lagi-lagi literasi, maka tidak ada lagi statement makanan sehat itu mahal!,” papar dia.
Biasakan baca label kemasan
Sementara itu Dokter spesialis gizi klinik Diana F Suganda M.Kes memberikan beberapa tips praktis literasi gizi yang harus dimiliki dalam keluarga dan harus dipersiapkan sejak jauh hari, bahkan sebelum perencanaan kehamilan.
“Pastikan orangtua atau calon orangtua memiliki ilmu gizi yang cukup. Ilmu ini bisa didapat dari banyak cara. Bisa bertanya pada ahlinya,mencari informasi di internet bagaimana cara mempersiapkan dan menjalani kehamilan yang sehat, bagaimana nutrisi ibu hamil yang tepat,” sarannya.
Kemudian setelah anak lahir dan masuk fase MPASI, pastikan orangtua memahami bahwa anak butuh makan dalam bentuk gizi seimbang.
“Makan sesuai kebutuhan bukan keinginan si anak atau keinginan orangtua. Terapkan pemahaman gizi yang kita miliki dalam bentuk mengatur asupan gizi anak sehari-hari,” imbuh dokter gizi dari RSPI Bintaro Jaya ini.
Baca juga: Pandemi Lima dari 10 Orang Keluhkan Kenaikan Berat Badan
Untuk membatasi asupan gula dan garam, biasakan baca label kemasannya untuk mengetahui jumlah kalori yang tersedia. Pastikan juga kadar gulanya, misalnya per satu kali penyajian, 10 gram gula.
"Kalau dihabiskan satu botol ada dua kali saji, berarti 20 gram gulanya. Sedangkan kebutuhan gula pada anak-anak saja 30 gram perhari. Bedakan dengan orang dewasa yang kebutuhan gulanya 50 gram perhari,” katanya mencontohkan.
Demikian juga dengan garam. Misalnya dalam mie instan ada 1500mg garam, padahal kebutuhan garam atau natrium cuma 2000mg perhari.