Jakarta, Gatra.com - Industri furnitur nasional turut mengalami dampak melemahnya pasar global akibat situasi geopolitik yang terjadi karena perang Rusia-Ukraina. Inflasi yang disebabkan oleh kondisi resesi menyebabkan turunnya daya beli konsumen di negara-negara importir yang terdampak perang tersebut, terutama di kawasan Eropa dan Amerika Serikat.
Direktur Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika mengakui bahwa industri furnitur masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Meski begitu, pemerintah tetap berupaya untuk memperbaiki pasar global dan meningkatkan pasar dalam negeri industri furnitur.
“Berdasarkan aspirasi dari para pelaku industri, kami menyerap beberapa isu pokok yang dihadapi oleh industri furnitur dan kerajinan dalam negeri saat ini, dan berupaya untuk memberikan solusinya,” katanya dalam keterangan yang diterima pada Senin (13/3).
Baca juga: Ini Upaya Kemenperin Tingkatkan Daya Saing Industri Furnitur dan Kerajinan
Isu pertama yakni permasalahan domestik terkait dengan rantai pasok ketersediaan bahan baku. Guna menjamin ketersediaan dan stabilitas pasokan bahan baku, Kemenperin melakukan upaya perbaikan rantai pasok bahan baku industri furnitur dengan fokus penyediaan akses yang lebih baik terhadap bahan baku industri furnitur sehingga tercapai pola rantai pasok bahan baku furnitur yang ideal.
“Langkah yang dijalankan antara lain, meminimalkan biaya dan lead time produksi, serta memacu kualitas bahan baku sesuai kebutuhan industri furnitur,” ujar Putu.
Saat ini pemerintah sudah memfasilitasi Pusat Logistik Bahan Baku Industri Furnitur serta melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga. Upaya itu dilakukan untuk memberikan kemudahan akses bahan baku bagi industri furnitur.
Isu kedua, terkait dengan teknologi dan sumber daya manusia (SDM). Di sisi teknologi, Ditjen Industri Agro sedang melaksanakan program restrukturisasi mesin dan peralatan industri pengolahan kayu.
“Output dari program ini adalah terfasilitasinya perusahaan dalam mendapatkan potongan harga berupa penggantian (reimburse) sebagian dari harga pembelian mesin atau peralatan,” jelasnya.
Baca juga: Harga Suzuki Grand Vitara Masih di Bawah Rp 400 Juta
Sedangkan, dalam rangka mendukung penyediaan tenaga kerja terampil, Kemenperin mencetak SDM-SDM kompeten di industri furnitur melalui pendirian Politeknik Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kendal, Jawa Tengah. Kurikukum yang diterapkan di politeknik Kemenperin juga bersifat dinamis, sesuai dengan kebutuhan pasar.
“Karena itu, kami aktif membuka ruang kerja sama dengan asosiasi industri dalam penyusunan kurikulum agar lulusan politeknik kami benar-benar memenuhi kebutuhan pasar kerja,” ucap Putu.
Isu ketiga adalah pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang sudah diakui dalam perdagangan kayu antara Uni Eropa dan Indonesia serta Voluntary Partnership Agreement on Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT-VPA). Pemerintah Indonesia akan mendorong mutual recognition assessment (MRA) yang bisa mengakomodasi pengakuan standardisasi Indonesia di negara tujuan dan sebaliknya.
Dengan demikian, produk yang akan diekspor tidak perlu melalui tahap penilaian tambahan selama telah memenuhi kriteria penilaian di dalam negeri.
“Untuk sektor UMKM, biaya SVLK nantinya ditanggung oleh pemerintah,” jelasnya.
Kemenperin juga akan mendukung sepenuhnya upaya penguatan orientasi ke pasar domestik karena. Kebijakan P3DN dan TKDN, substitusi impor, program-program peningkatan kapasitas, disebut Putu sebagai wujud nyata keberpihakan pemerintah agar industri dalam negeri dapat berdaulat, maju, dan berdaya saing.
“Kami juga mendukung kegiatan-kegiatan promosi agar dapat terus dilakukan dan disemarakkan, baik promosi di pasar domestik maupun pasar ekspor nontradisional,” katanya.