Jakarta, Gatra.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan bahwa Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) memiliki potensi untuk menjadi sangat politis. Pasalnya, RUU itu memiliki keterkaitan dengan rakyat kecil.
"RUU PPRT ini bisa sangat politis ya, karena tahu betul bahwa ini terkait dengan rakyat kecil. Jadi, anggota DPR ataupun politisi begitu mudah kemudian menampilkan dirinya sebagai pejuang pekerja rumah tangga," kata Lucius Karus, ketika ditemui awak media di Kantor Formappi, Jakarta, pada Jumat (10/3).
Terlebih, kata Lucius, proses yang harus dilewati RUU PPRT hingga ke tahap pengesahan masih terbilang sangat panjang. Pasalnya, Lucius mengatakan bahwa RUU tersebut hingga saat ini masih berada dalam tahap penyusunan dan bahkan belum memasuki tahap harmonisasi.
"Jadi, masih sangat panjang prosesnya dan ini masih sangat awal. Kalau ada yang kemudian yang seolah-olah ini sudah mau disahkan, itu baru pengesahan agar RUU PPRT ini ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR. Jadi, RUU-nya sendiri masih dalam tahap pembuatan penyusunan draft. Masih di tahap sangat awal dan ini bisa sangat panjang," ucapnya.
Kendati demikian, Lucius berharap DPR nantinya dapat melakukan pengesahan terhadap RUU tersebut sebagai suatu persembahan bagi rakyat kecil. Terlebih, saat ini Indonesia tengah menghadapi momentum tahun politik jelang pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.
"Ya, tentu tidak dengan motif politik, [tapi] betul-betul karena ingin, karena peduli pada pekerja rumah tangga, mereka segera mengesahkan itu," ujar Lucius, dalam kesempatan itu.
Lucius pun mengaku tak ingin pekerja rumah tangga pada akhirnya dijadikan komoditas politik oleh oknum-oknum tertentu yang berlaku seolah peduli pada nasib para pekerja itu, meski sebenarnya hanya ingin memperoleh suara dari masyarakat yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga.
"Jadi, hati-hati dipolitisasi. Kita tidak mau pekerja betul-betul menunggu intervensi negara agar aturan terkait dengan pekerja rumah tangga itu diperkuat, ini justru dijadikan komoditas politik oleh politisi-politisi. Seolah mereka peduli dengan pekerja rumah tangga, padahal mereka ingin mendapatkan suara pekerja rumah tangga dengan bertindak seolah-olah peduli," pungkasnya.
Sebelumnya, pada Kamis (9/3), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani mengatakan bahwa penundaan RUU PPRT dilakukan atas keputusan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) DPR RI. Ia menegaskan, keputusan itu merupakan hasil kesepakatan bersama.
Menurut Puan, Keputusan Rapim untuk memutuskan untuk menunda membawa RUU PPRT ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus). Puan menyebut, hal itu telah diputuskan atas kesepakatan bersama pimpinan DPR.
Dengan kata lain, RUU tersebut masih belum melalui tahap pembahasan di Bamus, sehingga, kata Puan, RUU PPRT masih belum dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR. Pasalnya, untuk dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR, RUU PPRT itu harus terlebih dahulu dibahas di dalam rapat Bamus, sebagaimana mekanisme yang ada.