Tambang Martabe Tapanuli Selatan, Tambang Emas Terbesar Nomor-2 di Indonesia
Oleh:
Chandra Rambey*
Terkadang kita lupa bawa bumi pertiwi Nusantara tumpah darah kita mempunyai kekayaan yang melimpah ruah. Kita sibuk dengan diskusi tingkat kemiskinan masyarakat yang semakin besar padahal di tanah kita tersimpan kekayaan alam anugerah dari Yang Mahakuasa yang sangat melimpah. Contohnya, Kabupaten Tapanuli Selatan mempunyai salah satu Tambang Emas terbesar nomor dua di Indonesia setelah Tambang Emas Freeport yang sudah terkenal seantero jagat yang terdengar nyaring jauh di Negeri Paman Sam. Namun, Martabe Gold Mining (Tambang Emas Martabe) walaupun terbesar ke dua di Indonesia, nyaris tidak terdengar gaungnya sebagai sebuah aset negara Indonesia yang sangat strategis.
Tambang Emas Freeport beroperasi pada tahun-tahun awal berkuasanya orde baru, yaitu sejak tahun 1967 hingga saat ini. Tambang Emas Freeport sangat bergema bagi bangsa dan negara Indonesia, masyarakat Papua juga sudah mendapatkan banyak manfaat ekonomi pasca penambangan Freeport. Di tengah kontroversi yang sering kita dengar melalui berbagai media, banyak sudah kontribusi yang diberikan Freeport kepada masyarakat Papua secara khusus dan juga negara melalui pemerintah pusat.
Bagaimana dengan Tambang Emas Martabe yang berlokasi di Kecamatan Batang Toru Tapanuli Selatan? Dari berbagai sumber yang dipercaya Tambang Emas Martabe (Gold Mining Martabe) mempunyai cadangan emas kedua terbesar di Indonesia setelah Tambang Emas yang dikelola PT Freeport Indonesia yang berada di Papua.
Tambang Emas Martabe mempunyai enam kawasan sumber mineral deposit yaitu: Purnama, Rimba Joring, Tor Ulu Ala, Uluala Hulu dan Horas, yang semuanya berlokasi di kawasan Tapanuli Selatan, perkiraan sumber mineral sebesar cadangan terbukti dan tertera (proved & probable) sebesar 53,1 Mt.
Tambang Emas Martabe saat ini dimiliki atau dikelola oleh PT Agincourt Resources (PT AR), sebuah perusahaan yang berkedudukan di Jakarta. Mayoritas sahamnya dimiliki oleh anak usaha PT. Astra Internasional,Tbk. Astra Group adalah salah satu perusahaan multinasional ternama di Indonesia mempunyai lini usaha yang sangat beragam.
PT AR sebagai Perusahaan yang mendapatkan IUPK (Izin Usaha Pertambang Khusus) Tambang Emas Martabe (Martabe Gold Mining) telah beralih kepemilikannya beberapa kali sejak ijin IUPK pertama kali diterbitkan 1993. Pemilik yang telah berganti beberapakali tersebut, terdapat nama- nama konglomerat papan atas yang berada di posisi 10 besar orang terkaya di Indonesia. Hal ini mengindikasikan, bahwa Tambang Emas Martabe adalah tambang yang sangat strategis, atau bukan aset kaleng-kaleng meminjam istilah anak zaman now.
Kinerja Perusahaan PT AR sebagai Pengelola dan Berapa Nilai Tambang Emas Martabe?
Bagaimana kinerja PT AR sebagai perusahaan yang mendapatkan hak Pengelolaan Tambang Emas Martabe? Dari perspektif komersial PT AR menunjukkan kinerja yang sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan laporan keuangan perusahaan yang membukukan laba selama lima tahun terakhir.
Dari Annual Report 2021 PT AR, menunjukkan kinerja cukup gemilang dalam tiga tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dengan pendapatan yang terus meningkat. Sungguhpun pada 2020 mengalami sedikit penurunan mungkin karena pandemi Covid-19, namun PT AR tetap mencatatkan laba di 5 tahun terakhir.
Salah satu keunggulan Tambang Emas Martabe adalah rendahnya biaya penambangan yang mengakibatkan COGS atau biaya produksi yang rendah dibanding tambang lainnya di Indonesia. Hal ini memberikan margin keuntungan bersih sebesar 41,8% dengan ROA (Return On Asset) sebesar 24,7% tahun 2021 dan bahkan pada 2019 net margin keuntungan bersih mencapai 28,1%. Dengan kinerja PT AR yang demikian sangat moncer, tidak heran bila perusahaan sekelas Group Astra berani melakukan akuisisi kepemilikan di PT AR dari Pemilik saham lama.
Dengan menerapkan metode valuasi yang standar perkiraan Nilai Tambang Martabe akan berada pada kisaran US$1,5 juta – US$2 juta. Sebuah nilai aset dan perusahaan yang sangat menakjubkan berada di daerah Tapanuli Selatan. Kepemilikan negara melalui Pemerintah Daerah Sumatera Utara dan Tapanuli Selatan hanya 5 % pada PT AR sebagai pemegang hak Martabe Gold Mining. Sisanya dimiliki oleh Perusahaan Group Usaha Astra perusahaan yang raksasa dan terkemuka.
Pandangan Kritis Terhadap Manfaat Keberadaan Tambang Emas Martabe Kepada Masyarakat Tapanuli Selatan
Dengan UU Minerba atau peraturan pertambangan yang ada, saat ini regulator pertambangan adalah pemerintah pusat, sehingga penerima manfaat ekonomi langsung lebih besar dirasakan oleh pemerintah pusat melalui pendapatan royalty tambang dan pajak PPh. Pemerintah daerah akan mendapatkan alokasi dana dari pemerintah pusat berdasarkan aturan yang berlaku.
Berdasarkan Laporan Tahunan (Annual Report) PT AR tahun 2021, diperoleh data bahwa perusahaan sudah memberikan sumbangsih dari hasil pengelolaan Tambang Emas Martabe sebesar US$ 55.635.000 atau setara dengan Rp834.525.000.000, dengan kurs 1 dollar sama dengan Rp15.000,-. Pengeluaran ini tentu di luar CSR (Corporate Social Responsibility). Dari data yang diperoleh total CSR yang telah diberikan oleh PT AR selama empat tahun terahir berada pada kisaran US$7 juta atau setara dengan Rp103,5 miliar. Artinya, rata-rata PT AR mengeluarkan CSR pertahun untuk masyarakat sekitar Rp26,3 miliar per tahun.
Perlu dikritisi kewajaran pemberian CSR kepada masyarakat Tapsel dan Sumut terlebih jika dibandingkan dengan apa yang sudah dilakukan perusahaan lain, khususnya di Kawasan Pertambangan Emas seperti PT Freeport Indonesia.
Menarik untuk disimak penyataan Presdir PT Freeport Indonesia Tony Wenas dalam satu kesempatan orasi ilmiah di UI Depok. Ia menyampaikan pernyataan: “Kontribusi untuk masyarakat lokal itu dalam bentuk kesehatan, pendidikan, ekonomi kerakyatan, infrastruktur dan sebagainya, mencapai Rp1,51 T selama tahun 2021, dan dalam kurun waktu 1991 sampai dengan 2021 PT FI memberikan sumbangsih mencapai Rp30 trilliun dengan kurs 1 USD = Rp15.000”. (Bisnis.com, 6 Oktober 2022).
Dengan posisi Tambang Emas Martabe sebagai nomor dua terbesar di Indonesia setelah Tambang Emas Freeport dan tingkat keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan Tambang Emas Martabe, maka CSR yang diberikan oleh PT AR boleh dibilang sangat kecil atau hanya sekitar Rp26,3 milyar pertahun. Apalagi bila dilihat dari keuntungan yang peroleh oleh PT AR yang sangat fantastis, yaitu sebesar US$242,6 juta atau kisaran Rp3,64 triliun pada 2021. Tidak bisa dipungkiri keuntungan ini dikeruk dari perut bumi Tapanuli Selatan. Adalah tidak berkeadilan melihat angka keuntungan yang begitu besar sementara tingkat kemiskinan di Tapanuli Selatan masih tinggi, angka stunting juga masih relatif tinggi.
Pemprov Sumatera Utara dan Pemkab Tapsel serta elemen masyarakat sebagai stakeholder perlu mendorong PT AR supaya lebih berkontribusi kepada masyarakat Tapanuli Selatan dan Sumut umumnya. Sejatinya PT AR telah melakukan kegiatan-kegiatan CSR dan Bina Lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab kepada penduduk setempat dan masyarakat Tapsel. Namun, apa yang dilakukan perlu lebih ditingkatkan agar rasa keadilan masyarakat Tapsel lebih terpenuhi.
Di sisi lain yang lebih substantif Pemerintah Daerah perlu memikirkan peraturan daerah yang mengatur besaran CSR yang wajar untuk dialokasikan oleh PT AR dalam rangka kontribusi pemberdayaan masyarakat Tapanuli Selatan yang lebih luas. Hal ini penting sebagai sebagai bagian dari redistribusi hasil SDA yang lebih berkeadilan agar semua stakeholder merasakan manfaat dengan hasil SDA dari tanah leluhurnya.
*Penulis adalah CEO PT Provalindo Nusa Advisory & Consulting. Putra asli Tapanuli Selatan. Kini bermukim di Jakarta