Jakarta, Gatra.com- Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo merespons soal banyaknya pejabat Kemenkeu di eselon I dan II yang rangkap jabatan menjadi komisaris di sejumlah perusahaan BUMN. Menurutnya rangkap jabatan pejabat Kemenkeu itu merupakan amanat dari Undang-undang Keuangan Negara dan Undang-undang BUMN.
"Kalau kami bendahara negara adalah salah satu ultimate shareholders, pemegang saham utama. Karena memegang otoritas fiskal, maka menempatkan perwakilan di sana. Menempatkan pejabatnya untuk menjadi komisaris," ujar Yustinus saat ditemui di Kementerian Keuangan, Rabu (8/3).
Karena adanya Undang-undang yang mengatur, Yustinus menilai rangkap jabatan para petinggi Kemenkeu bukan suatu pelanggaran. Musababnya dua Undang-undang tersebut tidak melarangnya.
Ia menjelaskan, penugasan para pejabat Kemenkeu menjadi komisaris di sejumlah perusahaan pelat merah untuk melakukan pengawasan. Selain itu, rangkap jabatan itu juga disebut untuk mempermudah koordinasi dalam penyelesaian masalah di perusahaan hingga penyusunan perubahan kebijakan. "Justru dalam rangka pengawasan mestinya kita sepakat, ini pengawasan," jelasnya.
Sebelumnya, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) membeberkan setidaknya ada 39 pegawai Kementerian Keuangan mulai dari eselon I dan II yang merangkap jabatan. Mayoritas merangkap menjadi Komisaris di perusahaan BUMN dan anak perusahaan BUMN. Adapun uji petik Seknas Fitra pada 2023 ini kepada 243 komisaris BUMN ditemukan fakta bahwa minimal terdapat 95 aparatur negara, atau 45% yang rangkap jabatan menjadi Komisaris BUMN.
Seknas Fitra merujuk pada UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pasal 17 huruf a yang berbunyi larangan untuk rangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah; BUMN; dan BUMD.
Ironisnya, meskipun pejabat kemenkeu jadi komisaris BUMN, namun korupsi terus menggerogoti perusahaan pelat merah itu. Bahkan kini kasusnya tengah ditangani Kejaksaan Agung.