Bali, Gatra.com - Lelaki 61 tahun itu nampak santai menjelaskan apa yang bakal dia lakukan jika kelak terpilih menjadi Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) periode 2023-2028.
Eddy Martono, lelaki yang kini masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal GAPKI ini, disebut-sebut sebagai satu dari dua calon kuat dari sepuluh nama yang maju dalam pemilihan Ketua Umum GAPKI di Bali pada 8-10 Maret 2023.
Direktur Pemasaran Holding PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) yang juga Ketua Bidang Agro Industri GAPKI, Dwi Sutoro disebut-sebut sebagai pesaing utama Eddy.
Adapun delapan nama lain; Wakil Ketua Umum urusan Kebijakan Publik, Susanto Yang; Wakil Ketua Umum Urusan Organisasi, Kacuk Sumarto; Bendahara Umum, Mona Surya; Wakil Bendahara Umum, Tjokro Putro Wibowo;
Selanjutnya ada pula Sekretaris Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan GAPKI, Mustafa Muhammad Daulay; Ketua Bidang Sustainability Bambang Dwi Laksono, Ketua Bidang Implementasi ISPO, M. Hadi Sugeng serta Ketua GAPKI Cabang Kalimantan Tengah (Kalteng), Dwi Darmawan.
Baca juga: Sinyal Bahaya Produksi Sawit
Mendorong agar ke depan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) berjalan lancar menjadi salah satu program kerja lelaki yang sudah hampir 30 tahun bergelut di industri perkelapasawitan ini.
Soalnya, kalau PSR lancar, ini akan bisa menopang produktifitas minyak sawit nasional yang empat tahun belakangan trendnya menurun.
"Konsumsi lokal terus meningkat. Data terakhir sudah mencapai 21 juta ton. Tahun depan angka ini bakal naik lagi, apalagi setelah program B35," katanya kepada sejumlah wartawan di Bali, tadi sore.
Biodiesel memang menjadi pilihan utama lantaran telah terbukti begitu luar biasa menghemat devisa negara. Nah, pertanyaan yang kemudian muncul, "Dari mana kita akan memenuhi kebutuhan ini kalau produksi kita terus menurun," Eddy bertanya.
Pertanyaan ini menurut Eddy musti menjadi perhatian bersama, baik oleh pengambil kebijakan maupun industri dan untuk inilah semua pemangku kepentingan harus duduk bersama.
"Kita musti segera membikin roadmap yang jelas. Mau dibawa kemana industri sawit ini, mau berapa juta ton kebutuhan energi, berapa juta ton kebutuhan pangan dan berapa juta ton pula kebutuhan devisa (ekspor). Ini musti kita perjelas sumbernya," ujar Eddy.
Saat duduk bersama itu kata Eddy, di situlah sederet pertanyaan dan masalah yang ada diurai dan kemudian dijawab.
Misalnya, kenapa PSR mandeg, apa penyebabnya. Kenapa produksi korporasi turun terus, apa masalahnya. Gimana caranya supaya harga pupuk terjangkau, semua harus diurai biar ketemu masalahnya.
Eddy mengingatkan, kalau benar prediksi bahwa tahun ini akan terjadi kemarau panjang, bisa dipastikan produksi minyak sawit semakin menurun.
Dari yang tadinya di kisaran 51 juta ton, bisa-bisa akan berada di angka 50 juta ton.
Terkait kebutuhan yang terus meningkat tadi, ada baiknya kata Eddy pemerintah membikin satu kawasan yang enggak ada swasta di sana.
"Cukup BUMN dan masyarakat yang membangun kebun kelapa sawit di sana dan hasil produksinya untuk kebutuhan lokal. Kalau pasokan energi sudah aman, maka kebutuhan pangan bisa terselamatkan. Saya berharap kita jangan sampai lengah," Eddy mengingatkan.
Lantaran tak mau lengah itulah kata Eddy, program PSR tadi bakal digeber di Papua. Kebetulan GAPKI cabang Papua sudah akan berdiri di sana.
Terlepas dari apa yang dibilang Eddy tadi, semua itu tentu kembali kepada peserta pemilihan ketua umum nanti, apakah dia akan dipercaya memimpin GAPKI atau seperti apa.
Soal hadirnya Dwi Sutoro yang disebut-sebut sebagai pesaing utamanya, Eddy malah mengaku senang. "Inilah dinamika berorganisasi itu. GAPKI semakin berwarna," ujarnya.
Apapun hasilnya nanti, Eddy hanya berharap agar semua insan GAPKI legowo menerima. "Perbedaan adalah simpul satu sama lain. Kita harus tetap bersama, saling topang dan rangkul," pintanya.
Abdul Aziz