Home Hukum Kartika Puspitasari, PMI Diperlakukan Tak Manusiawi di Hong Kong Belum Terima Kompensasi Rp1,6 Miliar

Kartika Puspitasari, PMI Diperlakukan Tak Manusiawi di Hong Kong Belum Terima Kompensasi Rp1,6 Miliar

Jakarta, Gatra.com – Kartika Pustipatari (40 tahun), Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), yang mengalami berbagai kekerasan dan tindakan tidak manusiawi dari bekas majikannya di Hong Kong, memastikan belum mendapatkan uang kompenasi sebesar Rp1,6 miliar.

“Saya ingin meluruskan kepada media dan masyarakat bahwa keputusan memenangkan di pengadilan itu sebatas angka,” katanya dalam konferens pers secara hybrid pada Selasa (7/3).

Ia menyampaikan klarifikasi tersebut karena menurutnya, sejumlah media telah mewartakan bahwa dirinya telah menerima kompenasi sejumlah Rp1,6 miliar terkait tindakan bekas majikannya di Hong Kong yang dialaminya hampir 2 tahun tersebut.

Baca Juga: Ayo Tandatangani Petisi Selamatkan Wilfrida dari Tiang Gantung Malaysia!

“Itu hanya di atas kertas dan sebenarnya saya belum mendapatkan sepeser pun. Tapi di media sudah menyebar kalau saya sudah mendapat uang itu,” ucapnya.

Ia menjelaskan, karena uang kompenasi yang merupakan putusan pengadilan di Hong Kong tersebut belum juga dibayarkan, sehingga belum bisa mengobati bekas luka fisik dan psikisnya yang sangat kelam.

“Perasaan saya sangat sedih. Ke depannya, jika uang kompensasi saya sudah keluar, saya ingin mengobati luka-luka fisik dan mental saya,” kata Kartika.

Ia juga menyampaikan, akan menggunakan uang tersebut untuk biaya sekolah anak semata wayangnya yang yatim. Suami Kartika meninggal dunia. Kartika pun terpaksa memutuskan untuk kembali bekerja di luar negeri setelah sebelumnya sempat bekerja di Singapura.

“Untuk biaya sekolah anak dan membangun rumah karena sampai sekarang saya masih tinggal di rumah mertua,” ungkapnya.

Trauma mendalam karena mengalami berbagai kekerasan fisik dan psikis hingga ancaman pembunuhan dari mantan majikannya dalam rentang waktu relatif lama, membuat Kartika belum sanggup bekerja lagi pascadipulangkan dari Hongkong pada tahun 2014 silam.

“Masih trauma, sering teringat pelakuan majikan dan sering gemetar, luka fisik saya, mata kanan saya tidak bisa melihat karena sering dipukul menggunakan botol kaca,” katanya.

Selain itu, bekas-bekas penyiksaan di berbagai bagian tubuhnya, yakni tangan, punggung, dan perut menimbulkan keloid. Ia menyampaikan, tidaka semua PMI yang bekerja di luar negeri itu sukses.

“Banyak mengalami kekerasan seperti saya, hilang, bahkan mati. Yang kami harapkan adalah perlindungan yang pasti,” ucap perempuan berhijab tersebut yang beberapa kali menyeka air matanya.

Kartika menceritakan, perjuangannya menuntut kompensasi terhadap mantan majikannya yang tidak memberikan haknya serta melakukan berbagai kekerasan fisik dan psikis itu setelah bertemu dan mendapat advokasi dari Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI).

“Saya didatangani oleh koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Hong Hong. Di situlah saya baru tahu bahwa saya punya hak untuk menuntut kompensasi,” katanya.

Kabar itu membuatnya girang dan mempunyai harapan untuk mendapatkan haknya yang tidak ditunaikan oleh kedua mantan majikannya selama bekerja serta berbagai perlakuan tidak manusiawi yang mereka lakukan.

“Saya merasa sangat senang dan mempunyai harapan baru karena ada yang membantu menuntut kompensasi,” ucapnya.

Selepas itu, Kartika dibantu JBMI dan berbagai organisasi hingga individu pada 205 hingga 2023 mengajukan gugatan kompensasi ke pengadilan berwenang di Hong Kong.

“Sebanyak 3 kali saya didatangkan lagi ke Hong Kong untuk pemeriksaan fisik, menghadiri sidang menuntut kompensasi, dan memberikan kesaksian di pengadilan,” katanya.

Pengadilan kemudian mengabulkan gugatan tersebut dan Kartika dinyatakan mendapatkan kompensasi sejumlah 1,2 juta dolar Hong Kong. Dana sejumlah itu termasuk pembayaran dari perusahaan asuransi sejumlah 350 juta dolar Hong Kong.

Baca Juga: Jadi TKW 10 Tahun, Alami Gangguan Jiwa Sepulang dari LN

“Namun jumlah tersebut tidak sebanding dengan luka dan penderitaan yang saya alami,” ungkapnya.

Pasalnya, lanjut Kartika, hingga saat ini masing merasakan trauma berat. Kondisi tersebut membuat kondisi kejiawannya tidak stabil, yakni gampang emosi, kerap mimpi buruk, dan gemetaran ketika melihat orang yang mirip dengan kedua mantan majikannya.

“Saya kehilangan kepercayaan diri karena luka yang ada di tubuh saya sangat berat, masih sering sakit dan nyeri,” katanya.

113