Home Ekonomi Bulog Diminta Serap Gabah Panen Raya, AEPI: Integrasikan lagi Kebijakan Perberasan

Bulog Diminta Serap Gabah Panen Raya, AEPI: Integrasikan lagi Kebijakan Perberasan

Jakarta, Gatra.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta Bulog untuk menyerap gabah atau beras petani saat panen raya Maret–Mei 2023. Pada semester I, Bulog diharapkan menyerap 60–70% dari target.

Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Bapanas, Maino Dwi Hartono, dalam keterangan pers, Sabtu (4/3), menyampaikan, pihaknya menargetkan kebijakan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras pada 2023 sebesar 1–1,5 juta ton. Persisnya sebesar 1,2 juta ton.

“Rata-rata 100 ribu ton per bulan. Dua bulan terakhir ini sudah hampir 400 ribu ton lebih 200 ribu ton per bulan,” katanya.

Baca Juga: Sudah Impor 500 Ribu Ton, Kenapa Harga Beras Masih Tinggi di Tahun Politik?

Menurutnya, sesuai kondisi lapangan, pada Januari hingga Februari harga masih tinggi. Panen raya juga belum serempak, sehingga pengeluaran SPHP beras masih cukup tinggi.

Maino dalam Alinea Forum bertajuk “Efektivitas SPHP Sebagai Stabilisastor Pasokan dan Harga Beras” itu, menyampaikan, Bapanas menargetkan stok akhir yang dikuasai Bulog sebesar 1,2 juta ton. Artinya, Bapanas mengharapkan Bulog bisa mengelola cadangan beras pemerintah (CBP) 2,4 juta ton.

Ia menjelaskan, pihaknya meminta Bulog memiliki stok tersebut belajar dari pengalaman akhir 2022, yakni pemerintah dalam hal ini Bulog hanya memiliki cadangan 400.000 ton.

“Secara psikologis, pasar bisa melihat pemerintah tidak punya stok, sehingga harga menjadi tinggi,” kata dia.

Rendahnya cadangan atau stok karena penyerapan gabah atau beras oleh Bulog pada 2022 rendah. Agar tidak terjadi lagi, Bapanas menugaskan Bulog menyerap gabah atau beras petani pada panen raya Maret–Mei.

Sedangkan untuk penyaluran SPHP beras yang dilakukan Bolog sampai dengan 2 Maret 2023, sejumlah 420.203.513 kg untuk meredam laju kenaikan harga beras di tingkat konsumen. Maino memastikan bahwa pihaknya akan mengevaluasi pelaksanaan SPHP beras setiap bulan.

Bapanas juga telah meminta kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk saling berkolaborasi dalam pelaksanaan program SPHP beras 2023 agar manfaat SPHP beras dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat.

Sementara itu, pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menyampaikan, SPHP beras dengan instrumen operasi pasar beras umum pada dasarnya sama dengan operasi pasar, yakni sama-sama tak menjamin kepastian outlet penyaluran beras Bulog.

“Pengelolaan CBP tanpa outlet penyaluran pasti itu perlu perputaran stok yang cepat agar kualitas beras tak turun dan stok tak menumpuk,” katanya.

Sayangnya, lanjut dia, sampai saat ini outlet perputaran stok yang cepat, pasti, dan besar itu belum tersedia. Situasi ini terjadi sejak pemerintah mengubah Raskin/Rastra menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).

Menurut Khudori, ketika Raskin/Rastra masih ada, kebijakan perberasan terintegrasi dari hulu, tengah, hingga hilir. Kewajiban pengadaan di hulu yang besar oleh Bulog dijamin oleh kepastian outlet penyaluran di hilir.

Dia mencontohkan, pada 2014–2016, Bulog menyalurkan 3.295.022 ton beras. Dari jumlah itu, 2.919.739 ton beras di antaranya terserap untuk Raskin/Rastra. Ketika Raskin/Rastra diubah jadi BPNT, outlet ini hilang.

Untuk menggantikan outlet, pemerintah mengeluarkan kebijakan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH). Menurut Khudori, secara prinsip ini tidak ada bedanya dengan SPHP beras saat ini.

Ia mengungkapkan, ketidakpastian KPSH sebagai outlet penyaluran beras Bulog, dapat dilihat dari volume yang fluktuatif, yakni hanya 544.723 ton beras pada 2018 dan mencapai 1.261.215 ton beras pada 2022.

"Ketika SPHP/KPSH yang tidak pasti dijadikan outlet utama penyaluran beras Bulog, ketidakpastian itu ditransfer ke Bulog dalam berbagai bentuk risiko. Salah satunya risiko keuangan,” ujarnya.

Untuk mencegah agar tidak terulang lagi, Khudori meminta pemerintah mengintegrasikan lagi kebijakan perberasan mulai dari hulu, tengah hingga hilir. Caranya, mewajibkan penerima BPNT untuk membeli beras Bulog dalam jumlah tertentu.

Baca juga: Ini Penyebab Harga Beras Masih Mahal Meski Produksi Gabah Tinggi

Selanjutnya, Bulog harus menjual beras dengan harga yang sama di seluruh Indonesia. Menurutnya, samanya harga beras di seluruh Indonesia ini merupakan bagian dari keadilan.

Ia berpendapat, terintegrasinya kebijakan beras dari hulu hingga hilir membuat pemerintah secara tidak langsung mempunyai instrumen stabilisasi harga yang langsung tersambung ke konsumen akhir. Pemerintah bisa menambah volume bantuan BPNT jika terjadi gejolak harga beras di pasaran.

Menurutnya, instrumen tidak langsung tersebut terbukti efektif mengendalikan harga beras dan inflasi seperti ketika Raskin/Rastra masih ada. Selain itu, instrumen ini juga akan menekan berbagai potensi penyimpangan.

137