Jakarta, Gatra.com – Polisi mengungkapkan anak mantan pejabat Ditjen Pajak, Mario Dandy Satriyo (20), menganiaya D (17) secara sadis. Kepala D ditendang hingga tengkuknya diinjak-injak.
"Kemudian pada saat terjadinya penganiayaan yang sangat memperihatinkan, sangat sadis," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya (PMJ), Kombes Pol. Hengki Haryadi, pada konferensi pers, Kamis (2/3).
Hengki mengatakan, kepala D ditendang hingga dua kali. Mario Dandy juga menginjak tengkuk dan memukul bagian kepala yang sangat vital.
Baca Juga: Mario Teriakan ‘Free Kick’ Hingga Tak Takut Anak Orang Mati Saat Aniaya D
"Itu ada 3 kali tendangan ke arah kepala. Kemudian ada 2 kali menginjak tengkuk dan juga 1 kali pukulan ke kepala, ini sangat vital, kepala," ungkapnya.
Tak hanya itu, lanjut Hengki, jika Mario mengucapkan kata 'free kick' saat menganiaya D. Mario juga mengucapkan kata-kata tak takut membuat anak orang mati. Saat tak berdaya, David kembali ditendang.
"Kemudian di situ ada ada kata-kata free kick atau tendangan bebas. Kemudian ada juga kata-kata 'gua gak takut anak orang mati'," kata Hengki.
"Korban sudah tidak berdaya, dua kali ditendang tidak berdaya tapi masih diadakan penganiayaan lebih lanjut ke arah kepala," imbuh dia.
Dari tindakan tersebut, polisi kemudian menyimpulkan jika aksi penganiayaan David sudah direncanakan.
"Bagi penyidik di sini dan kami koordinasikan dengan ahli ini bisa merupakan suatu mens rea niat jahat dan juga actus reus wujud perbuatan," jelasnya.
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengaku menemukan fakta baru dalam kasus penganiayaan D (17) oleh tersangka Mario Dandy Satriyo (20). Fakta ini didapat setelah polisi memeriksa sejumlah alat bukti.
"Kami libatkan digital forensik, kami menemukan fakta-fakta baru, bukti chat WA, video yang ada di HP. Kemudian kami sampaikan, kami juga temukan CCTV sekitar TKP," kata Hengki.
Dia mengatakan, hasil pemeriksaan alat bukti tersebut membuat penyidik dapat mengetahui peranan orang-orang yang ada di tempat kejadian perkara (TKP) penganiayaan David.
"Kami bisa melihat peranan dari masing-masing orang yang ada di TKP tersebut," ujar dia.
Dia mengatakan, pihaknya berkomitmen agar pihak yang bersalah akan tetap dihukum. Polisi melakukan penyidikan kasus ini secara berkesinambungan.
Dia menjelaskan, awalnya penyidik menerapkan konstruksi Pasal 76 C juncto Pasal 80 UU PPA juncto Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan biasa.
Namun, setelah memeriksa alat bukti, polisi menerapkan konstruksi pasal yang baru. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, polisi juga menetapkan AG (15) sebagai anak berkonflik dengan hukum alias pelaku.
"Ada peningkatan status dari anak berhadapan dengan hukum meningkat menjadi anak berkonflik dengan hukum ataupun pelaku, kemudian ada perubahan konstruksi pasal," kata Hengki.
Dia menjelaskan, tersangka Mario Dandy konstruksi pasalnya adalah 355 Ayat (1) KUHP subsider 354 Ayat (1) KUHP lebih subsider 353 Ayat (2) KUHP lebih-lebih subsider 351 Ayat (2) KUHP dan/atau 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak. Dandy terancam maksimal 12 tahun penjara.
Baca Juga: Ini Alasan Polisi Baru Tetapkan Status Pelaku Pada AG
Berikut ini bunyi Pasal 355 KUHP Ayat (1) yang dipakai sebagai pasal primer untuk menjerat Mario: Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Sementara itu, tersangka Shane (19) disangkakan Pasal 355 Ayat (1) juncto 56 KUHP, subsider 354 Ayat (1) juncto 56 KUHP, lebih subsider 353 Ayat (2) juncto 56 KUHP, lebih-lebih subsider 351 Ayat (2) juncto 56 KUHP dan atau 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak.
"Terhadap anak AG, anak yang berkonflik dengan hukum, pasalnya 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak dan atau 355 Ayat (1) juncto 56 KUHP, subsider 354 Ayat (1) juncto 56 KUHP, lebih subsider 353 Ayat (2) juncto 56 KUHP, lebih-lebih subsider 351 Ayat (2) juncto 56 KUHP. Tentang ancaman maksimal," ujarnya.