Jakarta, Gatra.com — Lembaga studi publik yang fokus pada ketersediaan energi, ReforMiner Institute, menyarankan agar perusahaan yang bergerak dalam penyediaan energi baru terbarukan, khususnya geothermal, untuk lebih pandai berhitung dalam menentukan proyeksi target implementasi.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa hal ini menjadi tantangan serius bagi pelaku industri EBT, tak terkecuali geothermal. Apalagi bisnis transisi energi dari fosil ke EBT masih tergolong anyar.
Komaidi tentunya sedang menyoroti target yang ditetapkan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dari hasil penggunaan dana hasil emisi sebesar 85% dari Rp9,05 triliun. “Belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, terkadang implementasi di lapangan tidaklah semanis atau tidaklah linear,” ujarnya dalam keterangan yang diterima, Kamis (2/3/2023).
Ada pandangan, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Pada Perpres 112 Tahun 2022 dinyatakan harga listrik PLTA dengan kapasitas 20 MW - 50 MW, harga patokan tertingginya senilai 8,86 sen/kWh. Sedangkan untuk harga listrik PLTP kapasitas 10 - 50 MW, harganya 9,41 sen/kWh.
Padahal PLTP sejatinya harus dibangun di dekat sumber panas bumi, berbeda dengan PLTU yang menggunakan batu bara, di mana tambangnya bisa beratus kilometer dari lokasi pembangkit.
Menurut Komaidi, hingga saat ini belum ada metodologi yang baku sebagai standar tunggal mengenai cara pendataan cadangan sumber daya pada industri panas bumi, termasuk soal diperkirakan, dicatat dan disertifikasi. Hal ini seperti yang tertuang dalam prospektus PGEO.
“Jadi penentuan cadangan sumber daya panas bumi betul bersifat probabilistik atau kemungkinan, sehingga tidak terdapat jaminan bahwa data cadangan sumber daya panas bumi perseroan dapat mencerminkan hasil aktual yang dimiliki perseroan secara akurat,” jelasnya.
Hal itu sekaligus mengingatkan bahwa ada faktor ekspektasi yang harus dikelola PGEO kepada pemegang saham publik. “Apakah itu akan berdampak positif langsung ke kinerja saham mereka di pasar modal? Saya rasa dampaknya tidak langsung ya,” tambah Komaidi.