Jakarta, Gatra.com - Kasus dugaan pemerasan oleh sejumlah pejabat Bareskrim Polri pada kasus dugaan penipuan jam tangan mewah kembali mencuat usai Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengirimkan permohonan klarifikasi ke Mabes Polri.
Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengatakan pihaknya masih menunggu balasan dari Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri terkait permohonan klarifikasi dugaan pemerasan di kasus penipuan jam mewah Richard Mille seharga Rp77 miliar itu.
"Kami sudah merespons dengan memintakan klarifikasi ke Mabes Polri. Kami sementara ini menunggu. Kami melalui Irwasum, Irwasum baru nanti Wassidik, naik ke Irwasum baru ke kami," ujarnya kepada wartawan di Mabes Polri, Rabu (22/2).
Kasus tersebut diketahui berawal dari laporan Tony Sutrisno dengan nomor STTL/265/VIL2021/BARESKRIM tertanggal 26 Juni 2021 dengan dugaan tindak penipuan dan penggelapan.
Dalam laporannya, Tony menyebut telah melakukan pembelian dua buah jam dengan jenis Black Sapphire Dragon dan Blue Sapphire Unique Piece pada tahun 2019 dengan sistem pre-order.
Tony menyebut kedua jam yang dibeli melalui Brand Manager Richard Mille Jakarta, Richard Lee, sedianya dapat diterima pada 2021. Namun setelah dilakukan pelunasan, ia mengaku masih belum juga mendapatkan barang tersebut.
Kasus dugaan penipuan itu dikabarkan sempat diusut oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri sebelum dilimpahkan kepada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri.
Sementara itu pimpinan PT Royal Mandiri Internusa sebagai operator butik Richard Mille Jakarta, Yullie, menepis tuduhan penipuan yang dilayangkan oleh Tony Sutrisno.
Yullie menjelaskan pembelian jam oleh Tony tersebut dilakukan kepada Richard Mille Asia Pte Ltd di Singapura. Menurutnya, hal itu juga telah tercantum dalam surat keterangan Richard Mille Asia Pte Ltd tertanggal 2 September 2021 yang dibuat di hadapan Lee Meng Mew, Notaris Publik di Republik Singapura.
Richard Mille Asia Pte Ltd, katanya, juga mengakui telah menerima pembayaran penuh atas kedua jam tangan tersebut dari Tony Trisno sebesar SGD6.805.400. Yullie mengaku bingung mengapa Tony tak mau mengambil kedua jam tersebut di Singapura.
"Fisik kedua jam tangan tersebut ada di Richard Mille Asia Pte Ltd di Singapura dan saat ini sedang menunggu Saudara Tony Trisno untuk mengambil kedua jam tangan tersebut," jelasnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap pelapor maupun Richard Mille Jakarta, Dittipideksus Bareskrim Polri lantas memutuskan menutup kasus tersebut pada 27 Mei 2022.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan beralasan pihaknya tidak menemukan unsur tindak pidana dalam kasus itu.
"Sudah dihentikan proses lidiknya, karena fakta dari hasil gelar perkara belum ditemukan adanya dugaan tindak pidana," ujarnya kepada wartawan, Jumat 23 September 2022.
"Belum ditemukan peristiwa pidananya sehingga, demi kepastian hukum, perkara tersebut dihentikan proses penyelidikannya," imbuhnya.
Di sisi lain, Tony mengaku dirinya juga sempat mengalami pemerasan oleh sejumlah pejabat saat kasus tersebut masih ditangani oleh Dittipidum Bareskrim Polri.
Ia menyebut pemerasan yang dialaminya sama seperti diagram pemerasan yang sempat beredar di media sosial pada Oktober 2022. Tony telah melaporkan dugaan pemerasan itu terhadap Kadiv Propam Polri saat itu Ferdy Sambo.
Dalam diagram dugaan pemerasan tersebut, Tony dalam keterangan resminya mengaku sempat diperas oleh mantan Kanit Dittipidum Bareskrim Polri Kompol Agus Teguh sebesar Rp3,7 miliar dengan iming-iming kasus akan diselesaikan.
Setelahnya, uang suap itu diberikan kepada mantan Kasubdit V Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Rizal Irawan sebesar Rp2,6 miliar. Rizal kemudian disebut meminta Tony bertemu dengan Dirtipidum Bareskrim Polri saat itu Brigjen Andi Rian Djajadi untuk memberikan uang sebesar 19.000 dollar Singapura.
Dalam diagram yang sama disebutkan pula bahwa Kompol Agus Teguh kemudian dijatuhi sanksi demosi selama 10 tahun akibat aksi pemerasan itu.
Sementara Kombes Rizal Irawan yang disebut sempat mendapat sanksi demosi selama lima tahun diberikan pengurangan dalam banding menjadi satu tahun karena atensi dari Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.
Sedangkan untuk Brigjen Andi Rian diklaim laporannya dihentikan atas perintah Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Andi Rian Djajadi yang saat ini sudah menjadi Kapolda Kalimantan Selatan sudah diminta konfirmasi terkait dugaan pemerasan itu. Kendati demikian, Andi Rian enggan menanggapi kembali kasus dugaan tersebut.
Meski begitu pada Senin 31 Oktober 2022, Andi Rian sempat meminta agar dugaan pemerasan itu diklarifikasi kepada pihak yang menyebarkan diagram tersebut.
"Tanyakan saja kepada yang membuat (diagram)," ujarnya kepada wartawan.
Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto juga enggan berkomentar lebih lanjut ihwal kasus tersebut. Ia mengaku tidak mengetahui terkait dugaan pemerasan yang dimaksud dan meminta agar ditanyakan langsung kepada Propam Polri.
"Saya enggak tahu ada pemerasan atau tidak, silakan dicek saja ke Propam. Tanyakan ke Propam ya, mereka yang periksa dan sudah menghukum. Bahkan ada yang mengembalikan," jelasnya.
Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono juga telah dimintai konfirmasi terkait dugaan atensi keringanan sanksi demosi terhadap Kombes Rizal. Akan tetapi hingga berita ini diturunkan yang bersangkutan belum memberikan respon.