Lombok Barat, Gatra.com – Ahmad Muchsin (35), pengusaha ternak ayam potong asal Lembar, Lombok Barat, dalam pekan terakhir ini selalu murung, seakan ada sesuatu yang tak beres dalam melakoni usaha rutinnya yang sudah dua tahun lebih dijalaninya.
“Bagaimana ndak sedih, harga ayam potong di tingkat peternak anjlok dan membuat kita peternak merugi. Kondis demikian sudah terjadi hingga berbulan-bulan lamanya,” kata Muchsin di Lembar, Lombok Barat, Senin (27/2).
Baca Juga: Naiknya Harga Ayam dan Telur, Pedagang dan Pembeli Dibuat Sama-sama Resah
Ia menandaskan, harga pakan terus naik, namun sebaliknya harga ayam masih anjlok. Jika ayam dijual, tentu akan merugi. Namun jika terus dipelihara sembari menunggu harga normal, tentu menelan biaya operasional yang tidak sedikit.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyar Indonesia (Pinsar) NTB, Faturahman, mengatakan bahwa peternak ayam rakyat tengah menghadapi situasi sulit. Mereka mengeluhkan banyaknya integrator atau perusahaan raksasa di bidang peternakan yang masuk ke pasar tradisional, sehingga berdampak pada harga jual ayam yang anjlok dan tidak sebanding dengan modal produksi dikeluarkan peternak.
“Kondisi peternak ayam di NTB sudah semakin memprihatinkan. Sebagai informasi harga ayam hidup hari ini, di Lombok sekitar Rp16 ribu per kg dan Bima Rp11,500 per kilogram, sementara BEP peternak sudah di atas Rp20 ribu harga hari ini,” ujar Fathurrahman.
Menurutnya, keberadaan perusahaan integrator menjadi pemicu munculnya masalah di sektor peternakan. Pasalnya, selain berperan sebagai produsen bibit dan pakan ayam, dua perusahaan raksasa juga ikut beternak. Alhasil, peternak ayam skala kecil bisa dipastikan kalah bersaing dengan para korporat multi nasional yang bermodal besar.
“Sebenarnya banyak masalah yang dihadapi peternak tapi masih bisa kami atasi. Yang tidak bisa kami atasi yakni keikutsertaan integrator beternak dan lemahnya kontrol untuk distribusi produk ayam dari luar daerah yang masuk ke NTB, dan penyelundupan daging ayam yang tidak pernah ditindak oleh aparat berwenang,” ujarnya.
Menurutnya, populasi ayam tidak terkontrol. Tahun ini saja diperkirakan kenaikan populasi ayam mencapai 300 persen. Kondisi pasar yang kelebihan pasokan tersebut mengakibatkan harga ayam menjadi jatuh di tingkat peternak.
Baca Juga: Harga Ayam di Peternak Anjlok, Badan Pangan Antisipasi Lewat Penyerapan Ayam Hidup
“Belum lagi kemudahan regulasi dan pengawasan dari Pemerintah membuat para korporasi mampu melakukan penetrasi dan secara terselubung bisa mendikte harga di pasar. Perusahaan besar tersebut memiliki rantai pasok. Akibatnya, mereka dengan mudah bisa mengendalikan harga di pasar,” ujarnya.
“Dari sisi harga jelas peternak tidak bisa bersaing. Bibit dan pakan petani beli di pabrik yang ikut beternak. Jadi merekalah barometer harga di NTB, karena populasi mereka terbanyak, jadi semua ikut harga mereka,” ujarnya.
Ia bahkan menyalahkan pemerintah karena tidak pernah ada solusi. Mereka tidak pernah tahu kondisi peternak di lapangan, melihat langsung kondisi peternak.