Jakarta Gatra.com– Untuk mendorong penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF telah menerbitkan Obligasi Berkelanjutan VI Tahap IV Tahun 2023 pada kuartal I tahun ini dengan jumlah pokok Rp2 triliun.
Penerbitan surat utang dengan rating idAAA dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan VI dengan realisasi penerbitan obligasi sebesar Rp9 Triliun.
Obligasi tersebut terdiri dari satu seri dengan tingkat bunga tetap sebesar 6,85% per tahun, dan berjangka waktu 5 tahun sejak tanggal Emisi. Pembayaran pokok obligasi secara penuh (bullet payment) akan dilakukan pada tanggal pelunasan obligasi.
Obligasi diterbitkan tanpa warkat, kecuali Sertifikat Jumbo Obligasi yang diterbitkan oleh Perseroan atas nama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai bukti utang untuk kepentingan pemegang obligasi dan ditawarkan dengan nilai 100% dari jumlah pokok obligasi.
Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo mengatakan bahwa dana yang diperoleh dari obligasi ini, rencananya akan digunakan untuk mendukung program penurunan beban fiskal pemerintah melalui Program Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Ini merupakan wujud dari kehadiran negara untuk mendukung pemilikan rumah bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dimana dana yang dialirkan untuk KPR Subsidi ini berasal dari APBN yang digunakan sebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” tegas Ananta dalam acara seremoial pencatatan Obligasi Berkelanjutan VI Tahap IV Tahun 2023, di Gedung BEI, Senin (27/2).
Ananta memaparkan bahwa selama ini Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam mendukung pemilikan rumah bagi seluruh mayarakat Indonesia melalui berbagai skema, salah satunya adalah kredit bersubsidi diantaranya KPR FLPP.
SMF sebagai Special Mission Vehicle Kementerian Keuangan dalam program ini berperan penting sebagai fiscal tools Kementerian Keuangan dalam meringankan beban fiskal Pemerintah dengan membiayai porsi 25% pendanaan KPR FLPP. Sehingga Pemerintah hanya menyediakan 75% dari total pendanaan FLPP dari semula yang sebesar 90%.
Dalam pelaksanaanya Perseroan bersinergi dengan BP Tapera dalam menyediakan dana KPR FLPP yang kemudian disalurkan kepada masyarakat melalui Bank Penyalur. Dalam menjalankan program tersebut SMF menggunakan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Pemerintah, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
PMN yang diterima tersebut kemudian dikombinasikan dengan penerbitan surat utang sehingga memiliki daya ungkit (leverage) untuk disalurkan kepada lebih banyak masyarakat yang membutuhkan. Sejak Agustus tahun 2018 hingga 31 Desember 2022, SMF telah berhasil menyalurkan dana KPR FLPP sebesar Rp15,035 triliun.
Pemenuhan kebutuhan KPR FLPP bagi masyarakat pada tahun 2022 meningkat dibanding tahun 2021, yaitu 200.000 unit rumah, atau peningkatan sebesar 27% yaitu 157.500 unit. Hal ini menjadi salah satu tren positif industri perumahan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi saat ini.
“SMF akan terus berperan serta mendukung Pemerintah dalam memaksimalkan pemanfaatan APBN untuk penyediaan akses perumahan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia melalui program KPR FLPP, serta program pembiayaan sekunder perumahan berkelanjutan lainnya,” ungkap Ananta.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Herry Trisaputra Zuna memberikan apresiasi atas penerbitan obligasi yang dilakukan oleh SMF. Ia juga berharap SMF dapat memperbanyak frekuensi penerbitan obligasi sejenis di masa mendatang.
"Diharapkan PT SMF dapat memperbesar jumlah penerbitan, memperbanyak frekuensi penerbitan obligasi sejenis di masa mendatang, serta memperluas penggunaan dana obligasi, tidak hanya untuk FLPP," katanya.
Tetapi juga untuk fasilitas pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan di atas MBR yang masih kesulitan mendapatkan pembiayaan dari pasar. "Pembiayaan konstruksi perumahan dengan kaidah bangunan hijau, dan tentunya pembiayaan bagi masyarakat sektor informal", terang Dirjen Herry.
Ia juga mengungkapkan bahwa meskipun peraturan mengenai social bond, seperti obligasi yang diterbitkan oleh SMF ini belum ada di Indonesia, namun upaya tersebut sebenarnya sudah memenuhi kriteria social bond yang lebih umum di negara-negara lain. “Oleh karena itu, Pemerintah mengharapkan obligasi yang diterbitkan oleh SMF bisa mendapatkan rate yang lebih menarik sehingga dapat mengefisienkan dana yang disalurkan kepada MBR,” ungkap dia.
Terkait penerbitan surat utang korporasi sebagai sumber pendanaan, selama tahun 2022, SMF telah menerbitkan obligasi sebesar Rp3 Triliun melalui penerbitan Obligasi PUB VI Tahap III. Sampai dengan akhir tahun 2022, posisi (outstanding) surat utang SMF mencapai Rp12,80 Triliun dan (oustanding) pendanaan jangka panjang dari bank sebesar Rp3,2 Triliun.
Perseroan telah aktif menerbitkan surat utang sejak tahun 2009. Hingga akhir 2022, Perseroan sudah menerbitkan 51 kali penerbitan dengan jumlah Rp50,42 Triliun, terdiri dari 38 kali penerbitan Obligasi dan Sukuk Mudharabah (penawaran umum) sebesar Rp45,63 Triliun, 12 kali Medium Term Notes (penawaran terbatas) sebesar Rp4,67 Triliun, dan 1 kali penerbitan Surat Berharga komersial sebesar Rp120 Miliar