Bantul, Gatra.com – Jaringan pengedar ganja di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dibongkar polisi. Beraksi di akhir 2022, DS (24) residivis kasus psikotropika mendapat untung hingga Rp20 juta.
DS alias Tungtung ditangkap di Padokan Kidul, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Senin (30/1). Bersamaan itu, polisi menangkap IRS (23) warga Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta.
“Dari tangan DS kami menyita 12 paket besar dengan berat keseluruhan 969 gram ganja kering. DS mengaku mendapatkan barang dari kenalannya RS (27) di Desa Agusen, Gayo Lues, Aceh,” kata Kapolres Bantul, AKBP Ihsan, Kamis (23/2).
Atas informasi ini, tim Polres Bantul yang dipimpin Wakapolres Kompol Sancoko melakukan pengejaran ke Aceh. RS berhasil melarikan diri, namun polisi mendapat informasi keberadaan ladang ganja yang dikelolanya.
Berjarak sekitar lima kilometer dari kediaman RS, tim mendatangi ladang seluas tiga hektar yang ditanami 30 ribu pohon dan mampu memproduksi tiga ton ganja.
“Pelaku DS ini kenal via media sosial dan kemudian mendapatkan ganja kering seberat satu kilogram dari RS melalui ekspedisi dengan harga Rp7 juta. Rencananya, jika semua ganja ini terjual, DS baru akan membayarnya,” lanjut Kapolres.
Di Bantul, DS membagi ganja itu dalam paket seberat 100 gram dan dijual seharga Rp1 juta kepada pengedar yang lebih kecil baik di dalam maupun luar Yogyakarta. Penjualan dilakukan secara online namun pengambilan barang dilakukan tatap muka.
DS mengaku baru mulai berjualan ganja di akhir tahun kemarin. Menurutnya, dari satu kilogram ganja yang dijual dalam paket 100 gram dirinya mendapat keuntungan hingga Rp20 juta.
“Ini baru pengiriman pertama dan rencananya jika sudah habis mau pesan lagi. Saya kenalan dengan RS via online kemudian sepakat menjualkan barangnya yang dikirim melalui ekspedisi,” jelas DS.
Dari tangan INR, rekan DS yang turut diciduk, polisi mendapati barang bukti berupa 708 pil putih berlambang Y atau pil sapi yang dikemas per 100 butir. Ini juga barang milik DS, namun INR bertugas mengedarkannya.
DS dijerat pasal 111 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan hukuman penjara paling singkat empat tahun penjara dan paling lama 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp6 miliar. Kemudian INR dijerat pasal 196 UU Nomor 36 Tahun 2009 dengan pidana 10 tahun penjara.