Jakarta, Gatra.com - Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menyatakan terpidana kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E, terbukti melanggar sejumlah aturan atas perbuatannya.
Akan tetapi, dalam sidang kode etik yang digelar sepanjang 7 jam hari ini, KKEP Polri memutuskan untuk tetap mempertahankan Richard sebagai anggota Polri dengan sanksi etik serta mutasi bersifat demosi selama 1 tahun. Richard juga diharuskan meminta maaf kepada institusi tempatnya bernaung itu.
Selama menjalani sanksi demosi bersifat mutasi itu, Richard akan ditempatkan sebagai staf di Divisi Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
"Pasal yang dilanggar, Pasal 13 ayat 1 PP nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 ayat (1) huruf o dan atau Pasal 6 ayat (2) huruf b dan atau Pasal 8 huruf b dan c dan atau Pasal 10 ayat 1 huruf f dan atau Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5 Perpol nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/2).
Baca Juga: Tok! Bharada Eliezer Tetap Jadi Polisi
Di dalam sidang KKEP Polri juga memaparkan sejumlah pertimbangan yang membuat mereka mempertahankan Richard sebagai polisi. Pertama, Richard belum pernah dihukum melakukan pelanggaran etika ataupun disiplin. Kedua, Richard mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya.
Ketiga, Richard menjadi justice collaborator atau saksi yang bekerja sama untuk membongkar fakta. Sedangkan saksi lainnya berusaha mengaburkan fakta dengan berbagai cara, termasuk merusak dan menghilangkan barbuk, serta menyalahgunakan kekuasaan.
Keempat, Richard bersikap sopan, sehingga sidang berjalan lancar dan terbuka. Kelima, Richard masih berusia muda, yakni 24 tahun, dan sudah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Keenam, Richard meminta maaf kepada keluarga Brigadir Yosua atas perbuatannya yang terpaksa menembak, sehingga keluarga Yosua memberikan maaf. Ketujuh, semua perbuatan Richard dalam keadaan terpaksa dan tidak berani menolak perintah atasan.
Baca Juga: Diterima Kembali, Polri Jamin Keselamatan Bharada Richard Eliezer
Kedelapan, jenjang kepangkatan Richard dan Ferdy Sambo sangat jauh sehingga tidak bisa menolak perintah. Kesembilan, Richard sudah memberi keterangan sejujurnya sehingga kasus itu dapat terungkap.
Sebelumnya, Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Yosua, oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2). Sedangkan istri Sambo, Putri Candrawathi, divonis 20 tahun penjara pada hari yang sama.
Kemudian Kuat Ma'ruf, yang merupakan asisten rumah tangga, dijatuhi vonis 15 tahun penjara dalam sidang pada Selasa (14/2). Lalu salah satu ajudan Sambo, Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), divonis 13 tahun penjara pada hari yang sama dengan Kuat.
Dalam perkara itu hanya Bharada Richard Eliezer yang mendapatkan vonis lebih ringan dari tuntutan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Dia dituntut 12 tahun penjara oleh JPU, tetapi divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh hakim.