Yogyakarta, Gatra.com– Anggota DPRD Yogyakarta melakukan kunjungan kerja (kunker) yang disebut sebagai upaya menggelorakan kembali nilai-nilai Pancasila dengan melakukan napak tilas monumen-monumen tentang Presiden Soekarno.
Dimulai sejak empat tahun lalu, napak tilas yang digelar bersama wartawan ini menjadi ajang diskusi lapangan atas lahirnya Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2022 tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan.
Ketua Komisi A DPRD DIY yang merupakan inisiator program napak tilas Soekarno, Eko Suwanto, menegaskan napak tilas ke berbagai monumen-monumen Bapak Proklamator ini merupakan agenda penting.
“Sosok Bung Karno adalah tokoh bangsa yang inspiratif yang menggelorakan semangat juga daya juang. Sebagai teladan, sosok Bung Karno penting dihikmahi kembali oleh pejabat daerah, pemuda, dan media di masa kini untuk terus menggelorakan ke-Indonesiaan,” kata Eko, Sabtu (18/2).
Napak tilas yang dimulai sejak 2019 ini dimulai Surabaya, tepatnya di Peneleh, tempat lahirnya Soekarno dan rumah HOS Tjokroaminoto. Agenda kunjungan kemudian ke Ngawi di rumah Ketua BPUPKI dr Radjiman Wediodiningrat, lalu ke Bali melihat Istana Tampaksiring dan Perpustakaan Bung Karno di Blitar sekaligus ziarah ke makam presiden pertama Indonesia itu.
Kunjungan kemudian dilanjutkan ke Bandung, Jawa Barat pada 16-17 Februari kemarin dengan mendatangi Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan dan ke Banceuy, tempat Soekarno dipenjara oleh Belanda.
Di depan ruang sidang Gedung Indonesia Menggugat, Eko mengingatkan keberanian, daya tahan, dan daya juang Bung Karno kala menyampaikan pledoi pada sidang yang digelar pada 18 Agustus 1930.
Berhadapan dengan hakim serta aparat kolonial saat itu, belum lagi ditambah dengan kehadiran masyarakat yang menonton dari luar, Soekarno yang saat itu berusia 28 tahun, mampu membacakan Indonesia Menggugat dengan tegas. "Ini inspirasi dan semangat yang perlu dicontoh,” kata Eko.
Dari Indonesia Menggugat inilah, kata Eko, bangsa ini harus belajar bagaimana daya juang, semangat, daya tahan seorang Bung Karno menghadapi intimidasi dan ancaman penjajah Belanda.
Bahkan perjuangan sebelum pembacaan pledoi Indonesia Menggugat, semangat pantang menyerah sama sekali tidak diperlihatkan Soekarno yang saat itu ditahan di Penjara Banceuy selama delapan bulan sebelum disidang.
Di bilik penjara nomor 5, yang sekarang dikepung oleh kawasan pertokoan di tengah Kota Bandung, Eko menggambarkan dengan jelas bagaimana Soekarno muda dengan bantuan dari Inggit Garnasih lewat kiriman buku-bukunya. Soekarno menyusun pledoi dengan membalik toilet portable sebagai meja kerja di kamar berukuran 1,46 x 2,10 meter.
Dari berbagai kunjungan napak tilas ini, Eko menceritakan bagaimana Pansus Raperda Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan ini melakukan dialog terbuka.
“Dengan pemikiran yang berbeda, dengan pandangan yang berbeda, namun teman-teman Pansus maupun Komisi A saat itu sepakat bahwa kita masih memiliki Pancasila yang menyatukan serta menjadi pandangan hidup. Kita mensyukuri warisan Bung Karno yang berharga ini,” ucap politisi PDI Perjuangan ini.
Lewat kunjungan inilah, Eko menyatakan ada benang merah yang bisa dihikmahi. Bahwa pemikiran Soekarno lewat Pancasila ini terus mengingatkan generasi sekarang agar terus berjuang untuk Indonesia.
“Kita tak boleh hanya jadi pasar, dalam cengkeraman kapitalisme, buruh murah dan jadi bangsa kuli, kuli di antara bangsa-bangsa dan bagaimana bahaya neokolonial dan imperialisme. Indonesia masih harus berjuang melawan berbagai penindasan yang ada. Pancasila masih relevan,” tutupnya.