Jakarta, Gatra.com – “Bestie”, demikian kata yang sangat membekas di benak setelah menonton episode awal series Katarsis hasil adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Anastasia Aemilia.
Kata “Bestie” melekat di benak karena diucapkan dengan nada tertentu, penjiwaan karakter, dan ekspresi datar oleh Pevita Pearce (Tara), bintang Katarsis. Series ini hasil produksi Screenplay Films diputar untuk para jurnalis dan beberapa kelompok lainnya di XXI Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Senin (13/2).
Pevita dalam konferensi pers usai pemutaran perdana episode pertama series Katarsis, menjelaskan bagaimana agar bisa memerankan Tara sesuai yang diinginkan dalam series yang akan tayang di Vidio pada Kamis, 16 Februari 2023.
Baca Juga: 'Open BO' dan 14 Film Series Ini Tayang pada Paruh 2023
Awalnya, kata Pevita, membaca novel Katarsis yang akan diadaptasi ke bentuk film. Ia intens berdiskusi dengan sang sutradara Randolph Zaini dan membaca skripnya. “Di awal aku banyak disccus dengan Randolph. Pada awal pertemuan kita berdua, ada satu papan tulis besar, di situ tulisannya cuman Tara. Ini proses sebelum aku syuting,” katanya.
Dalam waktu 1,5 jam, papan tulis itu kemudian penuh dengan tulisan terkait segala identitas Tara, di antaranya apa trauma yang dideritanya, alasan dia, dan seterusnya. Sampai proses syuting pun masih terus bermunculan ide-ide untuk memvisualisasikan sosok Tara.
“Ketika bekerja sama dengan orang-orang yang mencintai apa yang mereka jalani, itu amat sangat mempermudah aku memerankan Tara,” ucapnya.
Selain itu, Pevita, mengaku bisa memerankan Tara karena sangat menyukai gendre dari series ini, yakni dark comedy thriller. “Ya [ini passion-nya aku]. Aku sebenarnya suka banget psychological thriller,” katanya.
Pevita menyukai gendre tersebut karena menurutnya belum banyak film jenis tersebut di Indonesia. Setelah membaca novel Katarsis yang dimulai pada tahun lalu, ia mengaku sudah mempunyai sketsa bagaimana sosok Tara yang akan diperankannya.
“Sudah kebayang bakal seru banget memerankan Tara. Ketika sudah di-translate jadi skrip, dari skrip yang aku mainin itu makin-makin seru, menambah excitement. Aku merasa memerankan Tara super fun,” ucapnya dengan nada seperti di dalam series Katarsis.
Sedangkan untuk sosok Tara, Pevita menjelaskan, itu seperti dalam kehidupan nyata bahwa orang kadang-kadang tidak pernah melihat bagaimana kondisi yang dilalui seseorang dalam hidupnya sehingga melakukan suatu tindakan tertentu.
“Ini baru episode pertama, banyak bawang yang belum terkupas, layer-layer yang belum terlihat, nanti semakin ke epide berikutnya,” kata dia.
Sementara itu, Prisia Nasution (Jenny), mengatakan, peran detektik dalam series ini sangat berbeda dengan detektif yang telah diperankannya di sejumlah film sebelumnya. “Kita bikin Jenny yang anomali,” ucapnya.
Maksudnya, lanjut Prisia, karakter detektif feminim. ”Kenapa dia tiba-tiba dandan, padahal dia datang ke TKP, itu maksudnya beda dengan karakter detektif yang pernah saya mainin sebelumnya,” kata dia.
Slamet Rahardjo selaku Heru dalam series ini, mengungkapkan, biasanya bermain sebagai sosok protagonis atau berwatak baik, kali ini sebaliknya, atau antagonis. Ini merupakan kali pertama memerankan sosok antagonis.
“Saya jadi pembunuh. Buat saya, ternyata cerita ini hanya mengingatkan kita ada yang sangat lucu dalam diri kita, tetapi juga ada yang sangat tragedi dalam diri kita. Nah, memadukan keduanya, ini tontonan yang menarik,” ucapnya.
Adapun Sigi Wimala selaku Ratna, mengatakan, perannya baru akan muncul di episode kedua. Dia merupakan sosok yang membuat Tara sedikit normal. “Sebenarnya saya mem-balance si Tara,” ucapnya.
Randolph mengaku jatuh cinta pada novel Katarsis karya Anastasia Aemilia karena ceritanya sangat mendalam dalam membahas semua aspek yang disajikan. “Bisa 60 episode kalau pengin diambil semua. Untuk series kita harus ambil yang embrionya dan bagaimana kita meng-amplifier aspek-aspek itu semua,” ucapnya.
Sedangkan untuk genre, kata Randolph, pihaknya melakukan eksplorasi agar series ini dark comedy thriller. “Sebetulnya setelah diobrolin sama semua pemain, hidup kita ini penuh komedi juga. Karena di hidup kita banyak tragedi-tragedi yang terjadi, hanya bagaimana kita bereaksi dengan tragedi itu membuat sesuatu jadi komedi,” ujarnya.
Penulis Katarsis, Anastasia Aemilia, menilai hasil adaptasi novelnya dalam bentuk film series ini sangat luar biasa. “Senang yang jelas. Sangat surprise dengan adaptasinya karena kalau baca novelnya itu serius banget. Itu yang bikin saya surprise, dark comedy thriller-nya itu benar-benar Katarsis bisa lebih dinikmati oleh banyak orang,” ujarnya.
Baca Juga: Tujuh Film Pendek Indonesia Tampil Pada Festival Film di Perancis
Katarsis merupakan film series karya sutradara Randolph Zaini terdiri dari 8 episode. Series ini diperankan oleh Pevita Pearce, Sigi Wimala, Bront Palarae, Slamet Raharjo, Prisia Nasution, dan Shareefa Daanish.
Adapun kisah Katarsis adalah menceritakan orang tua angkat Tara yang dibuhuh secara tragis. Tara merupakan satu-satunya saksi dalam aksi pembunuhan tersebut. Ia sampai dilarikan ke rumah sakit dan membutuhkan pendampingan dari psikolog untuk lepas dari trauma.
Sang psikolog kian dalam memahami Tara. Dia melihat ada sesuatu yang berusaha disembunyikan secara rapat oleh pasiennya. Apakah Tara hanya korban atau membunyikan sesuatu yang kelam? Jawabannya simak di Katarsis.