Jakarta, Gatra.com- Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap, para tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus bekerja ke Kamboja bisa mendapatkan untung puluhan juta rupiah. Hal ini berdasarkan keterangan para tersangka yang sudah ditangkap. Jaringan tersebut juga telah beroperasi sejak 2019.
"Jaringan ini telah melakukan aktivitas perekrutan dan pengiriman pekerja migran ilegal sejak tahun 2019 dan pendapatannya mereka peroleh berkisar puluhan miliar rupiah," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Lobi Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (10/2).
Djuhandhani mengatakan, saat ini sudah ada lima tersangka yang ditangkap dalam kasus itu.
Tiga tersangka berperan sebagai perekrut korban di wilayah Jawa Barat. Sementara itu, dua lainnya perekrut yang menyiapkan ataupun mengurus administrasi, perjalana, dan fasilitas calon korbannya. Djuhandhani mengatakan, para pelaku menjanjikan serta mengiming-imingi korban bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi. Menurut dia, para korban dijanjikan gaji Rp 8 juta sampai Rp 10 juta.
"Iming-iming gaji antara 8 sampai 15 juta. Kemudian jumlah korban saat ini kalau kita hitung dari fakta yang ada kita mendapatkan pass 97 buah," ujar dia.
Lebih lanjut, Djuhandhani mengatakan, para pelaku menawarkan atau menjadikan pekerjaan di luar negeri yaitu di negara Kamboja melalui media sosial ataupun secara langsung.
Pada awalnya, pelaku menjanjikan pekerjaan sebagai buruh pabrik, custumer service, telemarketing, atau operator di Kamboja dengan gaji yang tinggi.
"Faktanya yang dijanjikan tidak mendapatkan pekerjaan ataupun janji sesuai yang ditawarkan," kata dia.
Terkait kasus ini, Polri pun terus berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Direktorat Tindak Pidana Siber Polri untuk melaksanakan kegiatan patroli siber guna memblokir akun-akun yang digunakan oleh para perekrut dan korban.
Selain itu, Polri bekerja sama dengan PPATK untuk mengetahui sejauh mana aliran transaksi keuangan milik para tersangka dan jaringannya untuk menjerat aktor intelektual serta pihak yang terlibat di balik kasus itu.
"Kemudian kami juga bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Divisi Hubungan Internasional Polri untuk membantu pengungkapan jaringan yang berada di luar negeri," ucap dia.
Para tersangka di kasus ini dijerat Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI).