Jakarta, Gatra.com - Kuasa Hukum terdakwa kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J, Arif Rachman Arifin menegaskan bahwa klien mereka telah menolak perintah Ferdy Sambo untuk memusnahkan salinan rekaman CCTV Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, melalui tindakannya.
Penegasan itu disampaikan pihak Arif untuk menepis poin replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengutip petikan putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) atas nama Arif, yang menyatakan bahwa Arif pada saat menjabat sebagai Wakaden B Biro Paminal Divpropam Polri, tidak menjalankan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya secara profesional dan prosedural.
Sebagai bawahan, Arif juga disebut tidak menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, telah melakukan pemufakatan pelanggaran KEPP atau tindak pidana.
Sementara itu, sebagai atasan, Arif pun dinilai telah memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum, dan sebagai atasan telah menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggung jawab.
Poin replik tersebut memunculkan keberatan dari pihak Arif Rachman Arifin. Pasalnya, pernyataan tersebut dianggap tidak sesuai dengan sejumlah alat bukti berupa kesaksian dan keterangan sederet ahli yang dihadirkan selama proses persidangan, yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai reaksi berbeda untuk menolak perintah atasan.
"Bagi orang yang memiliki tingkat kepatuhan tinggi seperti terdakwa Arif Rachman Arifin, perbuatannya yang menyetujui usulan saksi Baiquni Wibowo untuk melakukan backup isi rekaman DVR CCTV dapat dikualifikasikan sebagai bentuk penolakan perintah atasan," ujar Kuasa Hukum Arif Rachman Arifin, Marcella Santoso ketika membacakan duplik, dalam persidangan hari ini, Kamis (9/2).
Marcella dan pihaknya pun meminta agar Majelis Hakim dan JPU memahami bahwa bentuk penolakan pada setiap orang tidak mungkin seragam. Marcella dan pihaknya mengatakan, bentuk penolakan itu cenderung berbeda, tergantung dengan latar belakang pola didikan, pendidikan, pergaulan, dan budaya organisasi. Dengan demikian, tindakan setiap orang dalam menolak dapat memberikan hasil yang berbeda untuk stimulus yang sama.
"Tindakan terdakwa Arif Rachman harus dipahami sebagai suatu kompromi antara kepatuhan dan bentuk menolak perintah atasan berdasarkan logika dan nurani serta hal tersebut justru menunjukkan ketiadaan mens rea (niat jahat)," tutur Marcella, dalam persidangan tersebut.